REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Jawa Timur (Jatim) melakukan pemeriksaan terhadap 90 ribu ekor belut hidup, sebelum diekspor ke Cina. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan tidak adanya hama dan penyakit ikan karantina (HPIK).
Menurut Ketua Tim Kerja Karantina Ikan BKHIT Jawa Timur Indirawati Fairwandari, puluhan ribu ekor belut hidup tersebut diperiksa kesehatannya secara klinis dan laboratoris. “Pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui apakah belut-belut tersebut bebas dari HPIK,” kata dia, Rabu (24/1/2024).
Indirawati mengatakan, pemeriksaan itu dilakukan sebagaimana Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penetapan Jenis Penyakit Ikan Karantina, Organisme Penyebab, Golongan, dan Media Pembawa.
Pejabat Karantina Ikan yang melaksanakan pemeriksaan, Hendri Gustrifandi, mengatakan, dari hasil pemeriksaan laboratorium, puluhan ribu belut hidup tersebut bebas HPIK. Setelah dinyatakan bebas HPIK, barulah pihaknya dapat menerbitkan sertifikat kesehatan ikan.
“Pemeriksaan fisik komoditas belut juga dilakukan untuk memastikan kesesuaian jumlah dan jenisnya,” kata Hendri.
Kepala BKHIT Jawa Timur Muhlis Natsir meminta mitra kerja karantina atau eksportir selalu melapor kepada petugas karantina sebelum mentranspor komoditas perikanan.
Menurut dia, kepatuhan masyarakat atau pelaku usaha untuk laporan karantina ini dapat menambah nilai jual komoditas ekspor karena dilengkapi dengan sertifikat kesehatan karantina. “Ini juga sekaligus bentuk fasilitasi perdagangan melalui Badan Karantina Indonesia,” kata Muhlis.