Senin 29 Jan 2024 05:05 WIB

Di Harlah Ke-101 NU, Gus Yahya Sebut Istighosah Penanda Tonggak Perjuangan

Istighosah tersebut ditutup dengan doa oleh Rais Aam PBNU.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau yang kerap disapa Gus Yahya dalam istighosah Harlah ke-101 NU di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Yogyakarta, Ahad (28/1/2024) malam.
Foto: Dok.Republika
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau yang kerap disapa Gus Yahya dalam istighosah Harlah ke-101 NU di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Yogyakarta, Ahad (28/1/2024) malam.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Rangkaian Harlah ke-101 Nahdlatul Ulama (NU) dimulai pada 28-31 Januari 2024. Harlah NU kali ini dimulai dengan istighosah yang digelar di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Yogyakarta, Ahad (28/1/2024) malam.

Istighosah ini dipimpin oleh Katib Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau yang kerap disapa Gus Yahya turut mengisi kegiatan tersebut.

Baca Juga

Dalam sambutannya, Gus Yahya mengatakan bahwa istighosah merupakan penanda tonggak perjuangan NU dalam mewujudkan kemaslahatan untuk semesta.

"Kita jadikan ini sebagai penanda saja untuk hari lahir NU ke-101 ini. Sesudah ini kita akan terus beristighosah dengan cara apapun yang mungkin demi maslahat NU, demi maslahat Islam, demi maslahat negara bangsa Republik Indonesia, demi maslahat kemanusiaan seluruhnya," kata Gus Yahya.

Disebutkan bahwa usia 101 tahun bukan merupakan waktu yang singkat. Meski begitu, Gus Yahya menilai bahwa 101 tahun perjuangan NU sebetulnya belum apa-apa.

Sebab, katanya, perjuangan ini diniatkan untuk dilakukan selama-lamanya. "Karena maksud dan ghirah dari para muassis Nahdlatul Ulama, para pemimpin Nahdlatul Ulama adalah perjuangan dengan Nahdlatul Ulama ini selama-lamanya ila yaumil qiyamah (sampai hari kiamat)," ucap Gus Yahya.

Ia menegaskan, organisasi NU didirikan untuk niat dan harapan-harapan akhirat. Untuk itu, organisasi ini harus dijalankan dengan cara mengupayakan pelaksanaan dari tuntunan-tuntunan agama Allah.

"Itulah sebabnya sejak didirikan hingga sekarang tidak ada satu pun, tidak ada satu pun keputusan Nahdlatul Ulama kecuali didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan agama, pertimbangan-pertimbangan syariat, pertimbangan apa yang benar, apa yang salah, apa yang baik menurut syariat," jelasnya.

Dikatakan bahwa NU memiliki struktur kepengurusan yang disebut syuriyah yang terdiri dari para kiai ahli syariah. Syuriyah tersebut secara khusus bertugas untuk membuat keputusan-keputusan berdasarkan syariat.

"Kalau Ketua Umum Tanfidziyah seperti saya, apalagi cuma ketua PWNU kayak Kang Zuhdi itu, kita ini cuma pesuruh yang melaksanakan keputusan-keputusan syuriyah," ungkap Gus Yahya.

Wewenang dari kepemimpinan Nahdlatul Ulama, kata dia, pada dasarnya merupakan wewenang hukumah. Artinya, NU sebagai jamiyah menjalankan fungsi imamah dengan wewenang sebagaimana wewenang imam.

"Yang dikatakan bahwa hukmul imam yarfa'ul khilaf, apapun pendapat kita masing-masing, apabila sudah ada ketentuan keputusan dari organisasi, maka semua perbedaan harus ditundukkan kepada keputusan organisasi itu," katanya.

Istighosah tersebut ditutup dengan doa oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar. Usai istighosah diakhir dengan pemotongan tumpeng oleh KH Miftachul Akhyar.

Potongan tumpeng diserahkan untuk Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Katib Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori, dan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran KH Mu'tashim Billah secara berurutan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement