REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian mengimbau agar minuman energi tidak dijual kepada konsumen dari kalangan generasi muda. Studi itu juga menyarankan bagi siapa pun untuk tidak mengonsumsi minuman energi secara berlebihan, sebab disinyalir dapat meningkatkan risiko mengidap masalah kesehatan.
Temuan riset itu sudah diterbitkan di BMJ Open. Studi melibatkan 53.266 pelajar di Norwegia. Para peneliti prihatin lantaran minuman energi cukup populer di kalangan anak muda. Padahal, minuman energi kurang disarankan dikonsumsi anak muda karena kandungan kafein dan gula yang tinggi.
Dikutip dari laman Nottingham Post, Selasa (30/1/2024), berdasarkan studi, minum satu hingga tiga minuman energi dalam sebulan dapat berimbas pada kualitas tidur yang buruk. Itu jika dibandingkan dengan kondisi orang yang tidak meminum minuman enegi sama sekali.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa pria yang meminum dua atau tiga minuman energi dalam sepekan memiliki kemungkinan 35 persen lebih besar untuk begadang. Sebanyak 52 persen dari kelompok pria tersebut cenderung tidur kurang dari enam jam.
Sementara, 60 persen orang yang meminum minuman energi setiap bulan lebih mungkin terbangun di tengah malam. Di kalangan petempuan, 20 persen tidur lebih larut, 58 persen tidur kurang dari enam jam, dan 24 persen terbangun di malam hari.
Jika kualitas tidur kalangan muda terpengaruh, itu bisa menyebabkan produktivitas menurun atau kelelahan saat belajar di sekolah. Selain itu, bisa mengarah kepada sejumlah risiko yang lebih serius, seperti terserang kecemasan, stres, dan bahkan punya pikiran untuk bunuh diri.
Saat ini, di Inggris, beberapa ritel dan supermarket besar secara sukarela memberlakukan larangan penjualan minuman energi kepada anak-anak di bawah 16 tahun. Namun, para peneliti mengatakan bahwa minuman tersebut masih dapat dengan mudah dibeli oleh anak-anak di tempat lain sehingga dinilai perlu ada regulasi yang mengaturnya.