REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan permohonan praperadilan tersangka korupsi Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy. Pengadil tunggal praperadilan Hakim Estiono menyatakan, penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) tersebut tidak sah.
“Mengadili; dalam pokok perkara, meyatakan penetapan tersangka oleh termohon (KPK) terhadap pemohon (Eddy Hiariej) tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Hakim Estiono saat membacakan putusan praperadilan di PN Jaksel, Selasa (30/1/2024).
Hakim dalam putusannya mengatakan eksepsi KPK atas penjelasan permohonan praperadilan yang diajukan tim pengacara Eddy tak dapat diterima. “Mengadili; dalam eksepsi, menyatakan eksepsi termohon (KPK) tidak dapat diterima seluruhnya,” ujar Hakim Estiono.
Sehingga, dikatakan hakim masih dalam putusannya, alasan hukum KPK dalam menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka Pasal 12 a, atau Pasal 12 b, atau Pasal 11 UU 31/1999-20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 65 KUH Pidana tak lagi dapat mengikat.
“Dalam pokok perkara menyatakan penetapan tersangka oleh termohon (KPK) terhadap pemohon (Eddyy Hiariej) sebagaimana dimaksud adalah tidak sah, dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,” kata hakim.
KPK menetapkan Eddy sebagai tersangka, sejak Oktober 2023 lalu lantaran disebut melakukan korupsi berupa penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji. KPK mengumumkan Eddy sebagai tersangka, saat profesor hukum pidana itu masih menjabat sebagai Wamenkumham. KPK menuding Eddy menerima uang senilai Rp 8 miliar lebih dari pengusutan Helmut Hermawan (HH) selaku Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM).
Dalam kasus ini, KPK sebelumnya sudah menetapkan tersangka, dan melakukan penahanan terhadap Helmut. Dalam kasus ini juga KPK menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Yosi Andika Mulyadi yang merupakan seorang pengacara, dan Yogi Arie Rukaman selaku asisten pribadi Eddy saat menjabat Wamenkum HAM.
Pertengahan Desember 2023 lalu, Eddy, bersama-sama tersangka Yosi dan Yogi mengajukan praperadilan menentang penetapan tersangka itu. Tetapi, saat memasuki persidangan, Eddy, bersama-sama tim pengacaranya mencabut permohonan praperadilan tersebut.
Pada Januari 2024, Eddy kembali mengajukan praperadilan untuknya sendiri. Tim pengacara Eddy, dalam permohonan praperadilan meminta PN Jaksel menyatakan statusnya sebagai tersangka adalah tidak sah. Meminta PN Jaksel menyatakan agar seluruh proses penyidikan terkait kasus penerimaan uang tersebut dihentikan.