REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aiman Witjaksono sebagai jurnalis dijelaskannya memiliki hak tolak untuk tidak menyebutkan narasumbernya, yang menyebut ada indikasi tak netral dalam tubuh Polri pada Pemilu 2024. Narasumber tersebut juga tak diungkapnya saat dimintai keterangan oleh pihak penyidik di kepolisian.
Menurut Aiman, ia sebagai warga negara Indonesia juga memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan mengingatkan kepada pemerintah. Khususnya, terkait netralitas aparat negara pada Pemilu 2024.
"Saya tetap memegang teguh komitmen saya untuk tidak pernah membuka identitas narasumber saya, dengan risiko apapun. Saya meyakini mereka adalah orang-orang baik yang menjaga kredibilitasnya, sehingga saya wajib melindungi identitas mereka, walaupun ada risiko saya atas itu," ujar Aiman di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, juga menyoroti sikap kepolisian saat memintai keterangan Aiman. Menurutnya, kepolisian memeriksa Aiman layaknya seorang teroris.
Sebab, smartphone, akun media sosial, hingga email pribadinya disita. Todung berpendapat, perlakuan polisi itu sudah melewati batas kewajaran.
"Kita keberatan, mendapatkan bukti-bukti dengan cara yang tidak proper seperti ini karena ini sekali lagi saya katakan bukan sebagai tersangka. Saudara Aiman ini wartawan ketika membuat pers konferensi di sini, saya juga hadir, Saudara Aiman ini bukan teroris. Bukan penjahat narkotika dan penjahat perang," ujar Todung.
"Ini semua merupakan pelanggaran dari hukum acara dan kita akan mengambil langkah hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk membela kepentingan hukum Saudara Aiman," sambungnya menegaskan.
Sedikitnya ada enam laporan di Polda Metro Jaya dari sejumlah kelompok masyarakat terhadap Aiman Witjaksono. Laporan tersebut, menyangkut soal pernyataan Aiman pada November 2023 tentang Polri yang tak netral dalam Pemilu 2024.
Bahkan dalam pernyataanya itu, Aiman menyampaikan terbuka bahwa ada anggota-anggota kepolisian di sejumlah daerah yang dipaksa oleh para komandan untuk turut memenangkan Capres-Cawapres 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming.
Atas pernyataan tersebut, Aiman dilaporkan dengan sangkaan Pasal 28 (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait ujaran kebencian. Juga Pasal 14, atau Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait penyebaran kabar bohong.