REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus berupaya mencegah penyebaran disinformasi, malinformasi, dan misinformasi yang berkaitan dengan Pemilu 2024. Hal itu dilakukan karena informasi palsu dapat menimbulkan kegaduhan, kebingungan, dan konflik di tengah masyarakat.
"Kominfo melakukan pemantauan 24 jam terhadap penyebaran konten yang berpotensi dapat memecah belah persatuan bangsa, apalagi yang berkaitan dengan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA), harus cepat ditangani," ucap Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema 'Dewasa Berdemokrasi pada Pemilu 2024', dikutip dari siaran pers, Rabu (31/1/2024).
Untuk itu, lanjut Nezar, Kominfo juga telah melakukan antisipasi sejak enam bulan sebelum Pemilu. Salah satunya dengan berkolaborasi dengan berbagai media mainstream dan platform media sosial untuk bersama-sama mencegah penyebaran disinformasi, malinformasi, dan misinformasi.
"Kami berbincang dengan berbagai stakeholders, termasuk media arus utama di berbagai platform, juga dengan platform media sosial yang menjadi tempat paling rentan untuk penyebaran disinformasi, malinformasi, dan misinformasi,” tutur Nezar.
Ia pun mengingatkan bahwa Indonesia telah menjalani reformasi dan demokrasi hampir setengah abad. Oleh karena itu, Pemilu 2024 harus menjadi momentum untuk menunjukkan kedewasaan berdemokrasi.
Terlebih, dia menekankan, sekitar 30 persen lebih pemilih di pesta demokrasi kali ini diisi oleh kalangan anak muda. Tidak sedikit juga dari mereka yang baru pertama kali mengikuti secara aktif pemilu, sehingga menjadi pengalaman pertama.
"Mereka punya persepsi sendiri, lebih fun. Kita memberikan contoh baik dengan menyelenggarakan pemilu damai. Pentas gagasan, visi dan misi,” ucap dia.
Nezar juga menyebut anak-anak muda yang merupakan kalangan generasi Z lebih akrab dengan platform media sosial seperti TikTok, yang tentunya memiliki mekanisme sendiri untuk menyebarluaskan informasi. Karena itu Kominfo telah bersepakat dengan berbagai platform media sosial untuk meredam konten yang mengandung fitnah dan hoaks.
Menurut Nezar, platform-platform media sosial tersebut juga sudah memiliki mekanisme sendiri di internal mereka untuk lebih dulu mengantisipasi dan menyaring penyebaran disinformasi, misinformasi, dan malinformasi berdasarkan laporan yang masuk di kanal aduan masing-masing media sosial.
“Kita bekerja sama dengan platform medsos, TikTok, Google, Meta, X, dan lain-lain. Semua punya persepsi yang sama dan kita ada komitmen cukup bagus dalam menciptakan ruang digital yang sehat untuk menyukseskan Pemilu 2024,” katanya.
Lebih lanjut dia berharap, media massa juga dapat mempertahankan profesionalismenya dalam melakukan peliputan selama Pemilu 2024. Ia mengatakan bahwa media dapat memberikan liputan berkualitas, mencerdaskan, sekaligus memberi perspektif, untuk membantu masyarakat membuat pilihan cerdas.
“Media bisa memberikan satu arahan, bagaimana melakukan penilaian terhadap kandidat dalam konteks cover both sides dan lebih mengedepankan liputan objektif. Masyarakat bisa mendapatkan asupan informasi bermutu,” ujar Nezar.
Adapun Nezar menambahkan, sejak 1 Juli 2023 sampai 24 Januari 2024, pihaknya sudah mengidentifikasi 195 isu temuan hoaks di 2.885 konten. Dari jumlah tersebut, 1.545 konten telah ditindaklanjuti, sementara sisanya masih dalam proses.
Nezar optimistis bahwa upaya yang telah dilakukan oleh Kominfo dan berbagai pihak dapat membantu menciptakan ruang digital yang sehat dan kondusif menjelang hingga sesudah Pemilu 2024.