Selasa 13 Feb 2024 19:10 WIB

Rusia Diminta Ganti Rugi Atas Kerusakan Lingkungan karena Ranjau Darat di Ukraina

Kontaminasi ranjau darat di Ukraina berdampak buruk terhadap lingkungan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Pencari ranjau Ukraina meledakkan ranjau anti-tank dan bahan peledak lainnya (ilustrasi).
Foto: EPA-EFE/SERGEY DOLZHENKO
Pencari ranjau Ukraina meledakkan ranjau anti-tank dan bahan peledak lainnya (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ukraina disebut harus meminta ganti rugi kepada Rusia atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh ranjau darat. Hal ini diungkap dalam sebuah laporan dari kelompok internasional yang terdiri atas para aktivitas iklim termasuk Greta Thunberg, dan para politisi Eropa.

Rekomendasi tersebut, yang ditujukan untuk Ukraina dan komunitas internasional, termasuk membentuk badan tingkat tinggi untuk mengawasi pengumpulan dan pelestarian bukti dampak lingkungan dan menunjuk seorang pejabat untuk mengawasi rekonstruksi yang ramah lingkungan.

Baca Juga

Laporan kelompok tersebut menunjukkan adanya kontaminasi ranjau darat di tanah Ukraina dan jebolnya Bendungan Kakhovka pada bulan Juni lalu, yang membanjiri petak-petak lahan pertanian dan ekosistem yang sensitif, di antara dampak-dampak lingkungan lainnya.

Para ahli hukum yang membantu Ukraina mengatakan bahwa kemungkinan besar Rusia berada di balik kerusakan lingkungan tersebut. Di sisi lain, Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh Ukraina menghancurkan bendungan tersebut sebagai taktik yang didukung Barat untuk meningkatkan konflik.

Kelompok internasional yang dibentuk tahun lalu oleh pemerintahan presiden Ukraina untuk menyelidiki berbagai isu mulai dari keamanan nuklir hingga polusi tanah, meluncurkan 50 rekomendasi yang bertujuan untuk melacak kerusakan akibat invasi selama hampir dua tahun, meminta pertanggungjawaban Rusia, dan memetakan pemulihan yang ramah lingkungan.

"Presiden memberi kami tugas yang berat. Dunia tidak memiliki kesepakatan mengenai standar untuk mengukur kerusakan lingkungan akibat perang. Ukraina akan dilihat sebagai pelopor,” kata salah satu pimpinan kelompok, Margot Wallstrom, seperti dilansi Reuters, Selasa (13/2/2024).

Wallstrom dan beberapa anggota lain dari kelompok yang beranggotakan 12 orang tersebut, termasuk Komisioner Lingkungan Hidup Uni Eropa Virginijus Sinkevicius dan Wakil Presiden Parlemen Eropa Heidi Hautala berada di Kyiv pada Jumat, di mana mereka bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskiy untuk mendiskusikan laporan tersebut.

"Kita harus menemukan tanggapan bersama terhadap semua ancaman lingkungan yang disebabkan oleh perang. Tanpa ini, tidak akan ada kehidupan yang normal dan stabil,” kata Zelenskiy di media sosial bersama dengan cuplikan pertemuan tersebut.

Laporan tersebut merekomendasikan agar jaksa agung Ukraina mengembangkan strategi untuk menuntut kerusakan lingkungan pada masa perang dan mempertimbangkan untuk meratifikasi Statuta Roma, yang membentuk Mahkamah Pidana Internasional.

Kelompok ini juga merekomendasikan agar Ukraina mempercepat pengembangan Strategi Aksi Ranjau dan membuat panduan nasional untuk menghilangkan limbah beracun, seperti puing-puing yang mengandung asbes dan sedimen yang terkontaminasi dari jebolnya Bendungan Kakhovka.

Untuk membiayai pekerjaan tersebut, kelompok ini mendorong berbagai langkah yang mungkin untuk dipertimbangkan, termasuk menggunakan aset negara Rusia yang telah dibekukan di rekening luar negeri.

"Saya pikir saatnya akan tiba ketika ada solusi yang masuk akal secara hukum," kata Hautala, mengacu pada penerapan aset-aset tersebut untuk kerusakan lingkungan.

Majelis tinggi parlemen Rusia telah meminta Kementerian Keuangan untuk membuat undang-undang yang akan memberlakukan langkah-langkah pembalasan terhadap Barat jika mereka bergerak melawan aset-aset Rusia yang dibekukan.

Pada Desember lalu, Brussels setuju membuka negosiasi keanggotaan dengan Kyiv, tetapi telah menyusun serangkaian reformasi kebijakan, termasuk di bidang lingkungan dan perubahan iklim.

"Saya berharap bahwa dengan hasil hari ini, kita dapat memperkuat upaya ini dan, tentu saja, segera menjadikan Ukraina sebagai bagian dari Uni Eropa," ujar Sinkevicius, komisaris lingkungan Uni Eropa.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement