Rabu 14 Feb 2024 12:27 WIB

Dante Diduga Dibunuh, Ini Hak Keluarga Korban Pembunuhan dalam Perspektif Islam

Dante diduga dibunuh dengan cara ditenggelamkan.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Polisi menggiring tersangka kasus kekerasan terhadap anak dan pembunuhan berencana Yudha Arfandi (tengah) saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (12/2/2024). Dalam konferensi pers tersebut, Ditreskrimum Polda Metro Jaya menerangkan bahwa berdasarkan dari pemantauan CCTV tersangka Yudha Arfandi diduga menenggelamkan Dante (6) anak dari artis Tamara Tyasmara sebanyak 12 kali hingga meninggal dunia.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Polisi menggiring tersangka kasus kekerasan terhadap anak dan pembunuhan berencana Yudha Arfandi (tengah) saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (12/2/2024). Dalam konferensi pers tersebut, Ditreskrimum Polda Metro Jaya menerangkan bahwa berdasarkan dari pemantauan CCTV tersangka Yudha Arfandi diduga menenggelamkan Dante (6) anak dari artis Tamara Tyasmara sebanyak 12 kali hingga meninggal dunia.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kasus dugaan pembunuhan bocah berusia enam tahun bernama Dante ramai menjadi perbincangan publik. Dante merupakan anak dari artis Tamara Tyasmara dan Angger Dimas, yang diduga dibunuh oleh YA. Polisi pun diminta memberikan hukuman yang setimpal kepada YA tersangka kasus pembunuhan tersebut.

Lantas bagaimana perspektif hukum Islam dalam mengatur hak bagi keluarga korban pembunuhan?

Baca Juga

Anggota Dewan Ulama Sepuh Al-Azhar Kairo Mesir, Dr Fathi Al Faqi menjelaskan, di antara prinsip-prinsip hukum Islam yaitu melindungi terpeliharanya agama, jiwa, akal kehormatan dan harta. Juga meliputi apakah suatu perbuatan itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja.

Al Faqi mengatakan, Allah SWT telah menetapkan diyat atau tebusan sebagai hukuman bagi orang yang membunuh karena ketidaksengajaan.

Allah SWT berfirman:

 وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَّدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلٰٓى اَهْلِهٖٓ اِلَّآ اَنْ يَّصَّدَّقُوْا

"Barangsiapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (tidak sengaja), (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu)." (QS. An Nisa ayat 92)

Adapun jika pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja atau dengan rencana, maka para ulama sepakat bahwa diyat atau tebusan atas perbuatannya adalah dengan harta si pelaku pembunuhan, dan tidak boleh ditanggung oleh orang lain. Hal ini adalah prinsip dasar, sebagaimana disampaikan Ibnu Qudamah dalam Al Mughni.

Hal mendasar yang dimaksud yaitu wajibnya pelaku membayar ganti rugi atas kejahatan yang telah diperbuat. Ini didasarkan pada sejumlah riwayat hadits. Rasulullah SAW bersabda:

 لا يجني جان إلا على نفسه.

"Tidaklah seorang berbuat (kemaksiatan) kecuali atas dirinya sendiri." (HR. Ibnu Majah)

Adapun dalam hadits lain, disebutkan bahwa Abu Rimtsah RA mengatakan, dia dan ayahnya berangkat menemui Nabi SAW. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepada ayahnya, "Apakah ini anakmu?" Ayah Abu Rimtsah pun membenarkannya. Kemudian beliau SAW bertanya lagi, "Benarkah itu?" Ayah Abu Rimtsah menjawab, "Aku bersaksi atasnya."

Lalu Abu Rimtsah berkata, "Rasulullah SAW kemudian tersenyum karena aku mirip dengan ayahku dan karena sumpah yang dilakukannya atas diriku." Kemudian beliau bersabda:

 إِنَّهُ لَا يَجْنِي عَلَيْكَ وَلَا تَجْنِي عَلَيْهِ

"Sesungguhnya dia tidak akan memikul dosamu dan kamu tidak akan memikul dosanya." Setelah itu, beliau SAW membaca

 وَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

Lalu beliau membaca ayat: وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِّزْرَ اُخْرٰىۗ (Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain...QS. Al Isra ayat 15)

Dengan demikian, penyebab kejahatan adalah akibat dari perbuatan pelaku itu sendiri, sehingga wajib spesifik pada kerugian yang ditimbulkan dan keuntungan yang diperoleh oleh pelaku kejahatan tersebut. Keuntungan ini hanya diperoleh untuk pelaku kejahatan itu sendiri, bukan orang lain.

Lantas bagaimana syariat Islam mengatur hukuman bagi pelaku pembunuhan dengan sengaja?

Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ ۗ ذٰلِكَ تَخْفِيْفٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗفَمَنِ اعْتَدٰى بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهٗ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula). Yang demikian itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia akan mendapat azab yang sangat pedih." (QS. Al Baqarah ayat 178)

Terkait tafsir ayat tersebut, ulama Abd Al Rahman Al Saadi menjelaskan, Allah SWT menetapkan adanya qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh. Artinya, agar pembunuh tersebut dibunuh sebagaimana dia membunuh korbannya. Ini adalah untuk menegakkan keadilan di antara para hamba.

Berdasarkan pendapat sebagian besar ulama, yang disebut Ibnu Qudamah dalam Al Mughni, qishash atas pembunuhan yang dilakukan oleh pelakunya itu hanya diberlakukan dalam kasus pembunuhan berencana atau sengaja.

Berikut ini adalah hal yang disampaikan Ibnu Qudamah dalam Al Mughni:

 "أجمع العلماء على أن القَوَد (القصاص) لا يجب إلا بالعمد , ولا نعلم بينهم في وجوبه بالقتل العمد إذا اجتمعت شروطه خلافا , وقد دلت عليه الآيات والأخبار بعمومها , فقال الله تعالى : ( ومن قتل مظلوما فقد جعلنا لوليه سلطانا فلا يسرف في القتل ) .

"Para ulama sepakat bahwa qishash tidak wajib kecuali terhadap pembunuhan yang disengaja. Dan kami tidak mengetahui di antara mereka terkait apakah ini berlaku jika syarat-syaratnya bertentangan. (Sebab) ayat-ayat dan riwayat hadits menunjukkan hal ini secara umum. Allah SWT berfirman: "...Siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan."

Keluarga korban pembunuhan memiliki dua pilihan, sebagaimana disebutkan Nabi Muhammad SAW dalam hadits. Berikut haditsnya:

قال النبي صلى الله عليه وسلم : من قتل له قتيل , فهو بخير النظرين : إما أن يقتل , وإما أن يُفْدَى . متفق عليه .

Nabi SAW bersabda, "Siapa yang anggota keluarganya dibunuh, maka dia boleh memilih mana yang terbaik di antara dua pilihan, yaitu dia bisa menerima uang diyat, atau dia menuntut balas (membunuh si pembunuh)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain, dikisahkan tentang orang Hudzail yang tewas dibunuh, yang kemudian Nabi SAW pasang badan untuk menjadi penebus diyat. Berikut ini bunyi haditsnya:

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا إِنَّكُمْ يَا مَعْشَرَ خُزَاعَةَ قَتَلْتُمْ هَذَا الْقَتِيلَ مِنْ هُذَيْلٍ وَإِنِّي عَاقِلُهُ فَمَنْ قُتِلَ لَهُ بَعْدَ مَقَالَتِي هَذِهِ قَتِيلٌ فَأَهْلُهُ بَيْنَ خِيَرَتَيْنِ أَنْ يَأْخُذُوا الْعَقْلَ أَوْ يَقْتُلُوا

Rasulullah SAW bersabda, "Wahai penduduk Khuza'ah! Ketahuilah oleh kalian semua, kalian telah membunuh orang Hudzail ini, sesungguhnya aku adalah penggantinya (yang akan membayarkan diyatnya), karena itu siapa yang terbunuh setelah perkataanku ini, maka bagi ahli warisnya aku beri dua pilihan, yaitu minta tebusan atau balas bunuh." (HR. Abu Daud dari jalur Abu Syuraih Al Ka'bil)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement