Rabu 14 Feb 2024 20:23 WIB

Uni Eropa Targetkan Pengurangan Emisi Karbon Hingga 90 Persen di 2040

Uni Eropa targetkan pengurangan emisi karbon sebesar 55 persen di 2030.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Uni Eropa mendesak pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 90 persen pada 2040.
Foto: Freepik
Uni Eropa mendesak pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 90 persen pada 2040.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uni Eropa mendesak pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 90 persen pada 2040, dibandingkan dengan tingkat emisi tahun 1990. Komisioner Iklim Uni Eropa, Wopke Hoesktra, menegaskan bahwa transisi yang adil akan tetap memungkinkan bisnis-bisnis Uni Eropa berkembang dan tidak tertinggal di masa depan.

Target ini ditetapkan di tengah gelombang protes para petani yang menilai beberapa kebijakan hijau Uni Eropa membuat para pekerja di sektor pertanian merugi. Sebagai tanda betapa politisnya isu lingkungan ini, dengan para petani melampiaskan kemarahan mereka di sekitar blok tersebut, kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen memberikan landasan penting dengan mengubur rencana untuk mengurangi separuh penggunaan pestisida kimiawi pada akhir dekade ini.

Baca Juga

Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara telah berupaya mencapai target sementara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 55 persen pada tahun 2030. Namun, meningkatnya ketidakpuasan dapat mempersulit upaya untuk mencapai target pengurangan emisi sebesar 90 persen pada tahun 2040.

Partai-partai sayap kanan telah memanfaatkan gerakan protes para petani, dan diperkirakan akan memperoleh keuntungan besar pada pemilu bulan Juni untuk memilih anggota parlemen Uni Eropa berikutnya.

Pemungutan suara tersebut juga akan menghasilkan sebuah komisi baru pada akhir tahun ini. Von der Leyen belum mengatakan apakah ia berniat untuk mencari mandat baru untuk memimpin komisi tersebut.

Di sisi lain, terdapat reaksi keras dari beberapa industri terhadap kebijakan iklim blok tersebut dan beberapa pemimpin nasional sekarang menyerukan "jeda" dalam peraturan lingkungan yang baru.

Sebelas negara Uni Eropa, termasuk Prancis, Jerman dan Spanyol telah mengirim surat bersama ke Brussel yang mengatakan bahwa transisi untuk target 2040 yang ambisius harus berkeadilan dan tidak meninggalkan siapapun, terutama warga negara yang paling rentan.

Target yang direkomendasikan itu disertai dengan proyeksi iklim baru pasca-2030 yang harus dibuat oleh komisi Uni Eropa setelah perundingan iklim PBB COP28 yang berlangsung pada bulan Desember. Komisi Eropa berikutnya akan ditugaskan untuk mengubah garis besar tersebut menjadi undang-undang yang diusulkan menjelang pertemuan iklim internasional tahun depan (COP30).

Target-target 2040 blok ini diperkirakan akan bergantung sebagian pada teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) yang ambisius. Hal itu memicu gelombang dari para pegiat iklim yang menilai teknologi CCS belum teruji.

Meskipun demikian, rencana tersebut akan membutuhkan upaya yang cukup besar dari setiap sektor ekonomi mulai dari pembangkit listrik hingga pertanian, yang menyumbang 11 persen emisi gas rumah kaca Uni Eropa.

Beberapa perlawanan terkuat terhadap tindakan lingkungan yang lebih keras datang dari Partai Rakyat Eropa (European People’s Party/EPP) yang beraliran kanan-tengah, tempat asal von der Leyen. Peter Liese dari EPP mengatakan bahwa sikap yang lebih berhati-hati adalah hal yang wajar.

“Karena blok ini telah menerapkan target 2030 yang ada, kita semakin melihat betapa ambisiusnya target tersebut,” kata dia dikutip France24, Rabu (14/2/2024).

Liese menganggap pengurangan emisi sebesar 90 persen sebagai target yang sangat ambisius untuk tahun 2040 dan menekankan perlunya kondisi yang tepat, serta kerangka kerja kebijakan yang tepat. Elisa Giannelli, dari kelompok advokasi iklim E3G, mendesak Uni Eropa untuk selalu mengutamakan dampak sosial dari kebijakan iklimnya.

"Jika hal ini tidak diperhatikan, maka suara-suara konservatif dan populis akan menentukan arah langkah selanjutnya,” kata dia.

Organisasi perubahan iklim PBB mengatakan pada bulan November bahwa dunia tidak bertindak dengan urgensi yang cukup untuk mengekang emisi gas rumah kaca dan dengan demikian membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius di atas emisi pra-industri.

Dengan suhu yang melonjak dan tahun 2023 diperkirakan akan tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah manusia, para ilmuwan mengatakan bahwa tekanan terhadap para pemimpin dunia untuk mengekang polusi gas rumah kaca yang memanaskan bumi menjadi semakin mendesak.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement