REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejaksaan Agung) merilis estimasi kerugian perekonomian negara dalam korupsi eksplorasi pertambangan bijih timah PT Timah Tbk 2015-2023. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengandalkan penghitungan dari tim Institut Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat (Jabar). Dari penghitungan disebutkan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 271.069.688.018.700, atau sekitar Rp 271,06 triliun.
“Hasil penghitungan kerugian perekonomian tersebut berdasarkan dampak kerusakan ekologi dan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan bijih timah yang saat ini menjadi (objek) penyidikan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk,” begitu kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi, di Kejakgung, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Kuntadi mengatakan, nilai kerugian tersebut bakal bertambah. Karena, belum memasukkan angka kerugian keuangan negara. “Kita (penyidik) juga masih melakukan penghitungan kerugian keuangan negaranya. Jadi kerugian (perekonomian) negara ini, akan bertambah,” ujar Kuntadi.
Tim Jampidsus-Kejakgung dalam menghitung kerugian negara akibat dampak lingkungan tersebut, menggandeng tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Jabar. Salah satu ahli yang melakukan penghitungan tersebut, adalah Profesor Bambang Hero Suharjo yang merupakan guru besar perlindungan hutan, dan ahli lingkungan hidup dari IPB.
Bambang menerangkan, nilai kerugian perekonomian sebesar Rp 271,06 triliun itu terbagi dalam tiga klaster. Klaster pertama terkait dengan kerugian lingkungan atau ekologis sebesar Rp 183,70 triliun. Klaster kedua dalam kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,47 triliun.
Terakhir terkait dengan kerugian dalam kewajiban pemulihan lingkungan senilai Rp 12,15 triliun. “Sehingga total kerugian negara dari kerusakan lingkungan hidup setotal Rp 271.069.688.018.700,” kata Bambang di Kejakgung, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Nilai kerugian tersebut, kata Bambang, hasil penghitungan kerusakan lingkungan yang terjadi di aktivitas penambangan di tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung. Dengan total luas cakupan galian penambangan bijih timah di lahan daratan seluas 349,65 ribu hektare (Ha), dan 123,01 ribu Ha galian di kawasan hutan lindung. “Bahwa kami menemukan galian pertambangan yang dibuka di darat, dan di laut, yang juga masuk ke kawasan hutan lindung, memberikan dampak kerusakan ekologi yang sangat luas,” papar Bambang.
Dalam pengusutan berjalan, tim penyidikan Jampidsus-Kejakgung sementara ini, sudah menetapkan total 11 orang tersangka. Pada Senin (19/2/2024), tim penyidikan kembali mengumumkan satu tersangka baru. Yakni inisial RL yang ditetapkan tersangka selaku general manager operasional PT TIN.