REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Perwakilan Palestina meminta hakim Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mendeklarasikan penjajahan Israel di wilayah mereka ilegal. Perwakilan Palestina juga mengatakan nasihat hukum atau advisory opinion ICJ dapat berkontribusi pada solusi dua negara dan perdamaian jangka panjang.
Permintaan ini disampaikan dalam pembukaan sidang dengar pendapat ICJ di Den Haag yang akan digelar selama satu pekan hingga 26 Februari. Majelis Umum PBB meminta nasihat hukum tak mengikat atas penjajahan Israel di Gaza dari tahun 2022. Lebih dari 50 negara termasuk Indonesia akan menyampaikan argumen mereka di ICJ.
"Kami meminta ada mengkonfirmasi kehadiran Israel di wilayah pendudukan Palestina dalah ilegal," kata perwakilan Palestina di PBB Riad Mansour dalam pidatonya sambil menahan tangis, Senin (19/2/2024). "Temuan dari pengadilan yang terhormat akan berkontribusi untuk segera mengakhiri (penjajahan), membuka jalan untuk perdamaian yang adil dan jangka-panjang, masa depan di mana tidak ada rakyat Palestina dan rakyat Israel dibunuh. Masa depan di mana dua negara dapat berdampingan dengan damai dan aman," tambahnya.
Serangan Israel ke Gaza sebagai balasan serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023, memperumit salah satu konflik paling lama di Timur Tengah dan upaya untuk menemukan jalan menuju perdamaian. Panel 15 hakim ICJ diminta untuk meninjau penjajahan, pemukiman dan aneksasi, termasuk langkah-langkah yang bertujuan untuk mengubah komposisi demografi, karakter dan status Kota Suci Yerusalem dan penerapan dan langkah-langkah diskriminatif.
Israel tidak hadir dalam sidang ini tapi mengirim pernyataan setebal lima halaman yang diunggah ICJ. Dalam pernyataan itu Israel mengatakan nasihat hukum ICJ dapat "melukai" upaya untuk menyelesaikan konflik karena pertanyaan yang diajukan Majelis Umum PBB bersifat prasangka.
Para hakim diperkirakan butuh waktu enam bulan untuk mengeluarkan opini yang diminta. Mereka juga diminta untuk mempertimbangkan status hukum penjajahan dan konsekuensinya.
Israel menduduki Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur wilayah yang ingin dijadikan bagian negara Palestina, dalam perang 1967. Negara itu membangun pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan terus memperluasnya.
Pemimpin Israel menolak wilayah-wilayah itu pendudukan karena mereka merebutnya dari Yordania dan Mesir dalam perang, bukan negara Palestina yang berdaulat. Sejak 1967 PBB merujuk wilayah itu daerah pendudukan dan meminta pasukan Israel mundur mengatakan hal itu satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian. Namun resolusi 1967 tidak menyebutkan pendudukan itu ilegal.
Sementara Israel selalu mengabaikan opini hukum sebelumnya, kali ini dapat meningkatkan tekanan politik atas perang Gaza yang sudah menewaskan 29 ribu rakyat Palestina. Israel mundur dari Gaza pada tahun 2005 tapi bersama Mesir mereka masih mengendalikan perbatasan. Sebagian besar negara di dunia juga tidak mengakui aneksasi Israel di Yerusalem Timur