Senin 26 Feb 2024 00:46 WIB

Studi Terbaru Ungkap Manfaat Tidur Nyenyak terhadap Fungsi Otak

Tahapan tidur nyenyak mengoptimalkan kesehatan fisik dan otak, dan hindari demensia

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Di malam hari ada sejumlah makanan yang baik dikonsumsi untuk tidur lebih nyenyak (Ilustrasi Tidur Nyenyak)
Foto: Piqsels
Di malam hari ada sejumlah makanan yang baik dikonsumsi untuk tidur lebih nyenyak (Ilustrasi Tidur Nyenyak)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kualitas tidur memengaruhi banyak aspek dalam kesehatan fisik dan mental seseorang. Terutama, tahapan tidur nyenyak, atau dikenal sebagai tahapan tidur gelombang lambat, yang bisa mengoptimalkan kesehatan fisik dan otak, serta membantu melindungi dari demensia. 

Tahapan ini berfungsi membantu proses pembuangan protein beracun yang terkait dengan penyakit Alzheimer. Oleh sebab itu, penting bagi orang dewasa untuk memprioritaskan tidur nyenyak dengan durasi waktu yang cukup, yakni tujuh hingga delapan jam setiap harinya.

Studi yang digagas peneliti dari Monash University mengungkap bahwa rata-rata individu berusia 60 tahun ke atas mengalami penurunan waktu tidur nyenyak sebesar 0,6 persen seiring bertambahnya usia setiap tahunnya. Individu yang mengalami penurunan waktu tidur nyenyak ini memiliki risiko demensia yang lebih besar di masa depan.

Setiap persentase penurunannya diasosiasikan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 27 persen. Studi ini mengimbau orang-orang lanjut usia untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas tidur gelombang lambat dalam membantu mencegah demensia. 

Pemimpin studi, Associate Professor Matthew Pase dari Monash School of Psychological Sciences dan Turner Institute for Brain and Mental Health di Melbourne, Australia, telah meneliti 346 responden lanjut usia. Para responden itu terdaftar dalam Framingham Heart Study untuk menjalani dua studi tidur semalaman (overnight sleep) antara 1995-1998 dan 2001-2003, dengan rentang waktu sekitar lima tahun. 

Responden yang sama kemudian secara hati-hati dipantau untuk risiko demensia hingga tahun 2018. Selama 17 tahun masa penelitian, terdapat 52 kasus demensia yang ditemukan. Bahkan setelah disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, kelompok, faktor genetik, status merokok, penggunaan obat tidur, penggunaan antidepresan, dan penggunaan ansiolitik, setiap persentase penurunan tidur nyenyak setiap tahun diasosiasikan dengan peningkatan risiko demensia.

"Tahapan tidur gelombang lambat atau deep sleep dapat meminimalisasi dampak penuaan pada fungsi otak dan memfasilitasi pembersihan sisa metabolisme di otak, termasuk protein berlebih yang memicu penyakit Alzheimer," ujar Pase melalui pernyataan resminya.

Meski begitu, hingga saat ini Pase dan timnya masih belum yakin akan peran tidur gelombang lambat terhadap risiko demensia. Adapun temuan studi tersebut hanya menunjukkan bahwa kurangnya kecukupan tidur gelombang lambat mungkin menjadi faktor risiko pemicu demensia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement