REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serial kartun asal Inggris, "Peppa Pig", belakangan menuai kontroversi di kalangan para orang tua di Amerika Serikat. Banyak orang tua di AS melaporkan bahwa tayangan itu membuat anak mereka menjadi "nakal" karena meniru ucapan dan tindakan Peppa.
Peppa diklaim mengajari anak-anak sikap kasar dan ketidaksabaran. Akibatnya, banyak keluarga di AS mulai melarang anak-anak mereka menonton "Peppa Pig". Seorang pakar perilaku anak di Inggris, Sophie Boucher-Giles, turut mengomentari tentang konten kartun tersebut.
Dikutip dari laman Daily Mail, Rabu (28/2/2024), Boucher-Giles mengatakan kartun "Peppa Pig" tidak pernah ditonton di rumahnya dan tidak akan pernah, karena alasan tertentu. Pendiri Gentle Start Family Consultancy itu sepakat bahwa "Peppa Pig" menampilkan bahasa serta sikap yang kurang sopan.
Menurut Boucher-Giles, "Peppa Pig" memperkuat stereotipe yang kurang pas tentang peran gender dan sebenarnya belum layak untuk anak-anak yang masih kecil. Pasalnya, "Peppa Pig" memiliki target penonton anak-anak prasekolah.
Pengenalan isu-isu dalam tayangan, seperti rasa frustrasi Peppa dan saudara laki-laki George terhadap orang tua mereka bukanlah sesuatu yang harus dipromosikan kepada anak usia prasekolah.
"Tingkat perkembangannya kurang tepat. Kelompok usia prasekolah berada pada usia yang sangat mudah dipengaruhi dan mengapa pada usia itu kita memberi mereka pesan-pesan yang sangat meragukan tentang kesetaraan dan perilaku gender?" ujar Boucher-Giles.
Melalui postingan di media sosial, banyak penonton juga menuliskan protes atas tayangan itu. Sikap Peppa lain yang disorot adalah jarang mengucapkan tolong dan terima kasih. Selain itu, penonton dewasa menggambarkan ibu Peppa sebagai karakter yang terlihat tidak cerdas, sementara ayah Peppa disebut sebagai karakter yang tidak berguna.
Di antara momen-momen bermasalah yang disorot adalah dalam sebuah episode berjudul 'Kata Rahasia Peppa Pig untuk Rumah Pohonnya: Perut Besar Ayah'. Dalam episode tersebut, banyak yang menganggap ada body-shaming dan ucapan Peppa yang dianggap tidak patut.
Walau sepakat bahwa konten acara dan target penonton kurang tepat, namun Boucher-Giles mengatakan bahwa televisi tidak bisa sepenuhnya disalahkan atas perilaku anak-anak. Pasalnya, hal yang lebih berpengaruh adalah contoh dari orang dewasa, baik orang tua atau pengasuh.
Dia mengatakan, panutan utama anak tetaplah para orang tua sendiri, baik untuk tutur bahasa dan perilaku mereka. Karena itu, Boucher-Giles mengatakan orang tua sebaiknya tidak melarang anak menonton televisi sama sekali, sebab anak juga butuh waktu layar dalam jumlah sedikit dan diawasi.
Alasannya, ketika anak mulai memasuki taman kanak-kanak atau sekolah, banyak permainan dengan teman sebaya yang bertemakan pengalaman budaya bersama, dan sering kali berasal dari televisi.
"Jika Anda menghilangkan waktu pemakaian perangkat, maka dalam hal inklusi sosial, Anda mungkin tidak memberikan banyak manfaat bagi anak," ungkap Boucher-Giles.
Apabila orang tua waswas dengan tayangan tertentu, Boucher-Giles menyarankan orang tua menonton beberapa episode acara TV terlebih dahulu tanpa anak-anak. Setelah itu, barulah mengambil keputusan apakah acara tersebut cocok untuk anak.