Kamis 07 Mar 2024 17:11 WIB

BRIN Susun Peta Jalan Keantariksaan yang Relevan dan Implementatif

Optimalisasi keantariksaan perlu dilakukan untuk mendorong kesejahteraan rakyat.

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyusun peta jalan keantariksaan yang relevan dan implementatif dengan melibatkan berbagai pihak untuk pengembangan teknologi keantariksaan di Indonesia.
Foto: NASA
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyusun peta jalan keantariksaan yang relevan dan implementatif dengan melibatkan berbagai pihak untuk pengembangan teknologi keantariksaan di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyusun peta jalan keantariksaan yang relevan dan implementatif dengan melibatkan berbagai pihak untuk pengembangan teknologi keantariksaan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan mengamanatkan Indonesia tidak hanya mandiri, namun juga meningkatkan daya saing bangsa dalam penyelenggaraan keantariksaan.

"Pencapaian target visi pembangunan Indonesia Emas tahun 2045 menjadi target yang harus direalisasikan dengan mempertimbangkan lingkungan strategis keantariksaan di masa mendatang," kata Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito di Jakarta, Kamis (7/3/2024).

Baca Juga

Optimalisasi keantariksaan perlu dilakukan untuk mendorong kesejahteraan rakyat dan produktivitas bangsa. Mego menuturkan, kegiatan keantariksaan secara konsisten telah menunjang berbagai sektor di Indonesia, di antaranya pemanfaatan teknologi satelit penginderaan jauh untuk pemantauan lahan pertanian, kelautan, perikanan, perkebunan, kehutanan, hingga mitigasi bencana.

Berbagai teknologi keantariksaan lainnya juga dimanfaatkan oleh Indonesia mulai dari sains antariksa atau atmosfer, satelit telekomunikasi, aeronautika, dan sebagainya.

Meski demikian, arah kebijakan Indonesia masih memandang keantariksaan hanya sebagai sistem pendukung, bukan sebagai sektor khusus.

“Hal tersebut berdampak pada lambatnya penguasaan dan pengembangan teknologi keantariksaan Indonesia, sehingga ketergantungan Indonesia ke negara lain masih tinggi,” kata Mego.

BRIN terus memetakan kebutuhan teknologi maupun pemanfaatan keantariksaan nasional dari hulu ke hilir, mengidentifikasi strategi dan tantangan dalam membangun teknologi keantariksaan di Indonesia, serta membangun komitmen nasional terhadap pentingnya dan kontribusi sektor keantariksaan dalam pembangunan berkelanjutan.

Mego menjelaskan, kegiatan keantariksaan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1960-an. Peluncuran roket eksperimental Kappa dan pendirian Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional (Depanri) menjadi cikal bakal kegiatan keantariksaan di Indonesia.

Pada 1976, Indonesia meluncurkan satelit komunikasi Palapa A1. Proyek itu melibatkan berbagai sektor, seperti Telkom, Indosat, dan sebagainya.

Berbagai industri swasta juga terlibat dalam pengembangan teknologi penginderaan jauh, seperti PT Citra Bhumi Indonesia, dan PT EarthLine.

Berbagai upaya untuk memetakan pengembangan teknologi keantariksaan di Indonesia telah beberapa kali dilakukan, semisal Kongres Kedirgantaraan ke-1 dan ke-2 oleh Depanri tahun 1998 dan 2003. Kemudian, penetapan Peraturan Presiden Nomor: 45 Tahun 2017 tentang Rencana Induk Keantariksaan 2016-2040 yang juga memuat target capaian keantariksaan. Namun, upaya-upaya tersebut masih mengalami berbagai kendala.

"Perlu ada upaya untuk mendorong peta jalan yang relevan dan implementatif, dengan melibatkan berbagai pihak di tingkat nasional, sehingga visi Indonesia tahun 2045 tercapai, yaitu Indonesia yang berdaulat, maju, adil, dan makmur," kata Mego.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement