FILMUSIKU.com — Drama Holocaust berbahasa Jerman dan Polandia karya sutradara Jonathan Glazer, The Zone of Interest, dinobatkan sebagai Film Fitur Internasional Terbaik Oscar 2024. Glazer menyerukan dehumanisasi yang harus dihentikan, salah satunya adalah yang terjadi di Gaza, Palestina.
Sebagai film Inggris pertama yang memenangkan kategori ini, film ini memperlihatkan bagaimana pembantaian dan perampasan hak asasi manusia adalah hal biadab. Bagi dia, Holocaust yang diceritakannya bukan lah tentang masa lalu, melainkan tentang apa yang terjadi di masa sekarang.
“Saat ini kami berdiri di sini sebagai orang-orang yang menyangkal ke-Yahudi-an mereka, dan Holocaust dibajak oleh pendudukan yang telah menyebabkan konflik bagi banyak orang yang tidak bersalah. Baik para korban 7 Oktober di Israel atau serangan yang sedang berlangsung di Gaza,” ujar Glazer dalam pidatonya di Oscar, di mana filmnya juga memenangkan Tata Suara Terbaik.
Dalam wawancara dengan The Guardian Desember 2023 lalu, tentang The Zone of Interest, ia mengatakan, Holocaust tidak pernah dibicarakan secara terbuka di rumahnya, namun hal itu selalu terjadi. Ketika mendiang ayahnya mengetahui beberapa tahun yang lalu bahwa dia membuat film tentang Rudolf Höss, komandan Nazi di Auschwitz, reaksinya adalah kemarahan bercampur kekecewaan.
“Dia berkata, ‘Saya tidak tahu untuk apa kamu melakukan ini’, ‘Mengapa kamu menggalinya? Biarkan saja itu membusuk’. Itulah kata yang dia gunakan. Perasaannya sangat kuat bahwa hal itu telah hilang, bahwa hal itu sudah terjadi di masa lalu. Saya ingat berkata kepadanya, ‘Saya benar-benar berharap bisa membiarkannya membusuk, tapi, tidak, Ayah, itu bukan masa lalu’,” kata Glazer.
Ia membutuhkan waktu hampir 10 tahun untuk membuat The Zone of Interest (istilah khas netral yang digunakan oleh Nazi untuk menggambarkan area sekitar kamp konsentrasi), yang dirilis di bioskop-bioskop Inggris pada awal Februari 2024 dan memenangkan Grand Prix di Festival Film Cannes 2023.
Pada saat itu, pasti ada saat-saat ketika kalimat ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya, saat topik tersebut tampak begitu menakutkan, sehingga menyerah dan membiarkannya membusuk sepertinya menjadi pilihan terbaik. “Saya memiliki hubungan yang sangat aneh dengan proyek ini sejak awal,” kata dia.
“Ini adalah jalan yang saya lalui dan saya tidak dapat menahan diri untuk melewatinya, namun pada saat yang sama saya siap untuk mundur dari jalan tersebut kapan saja. Saya hampir ingin menabrak tembok sehingga saya bisa berbalik dan berkata, ‘Tahukah kalian? Saya sudah mencoba dan saya tidak bisa melakukannya’. Saya hampir ingin hal itu terjadi,” papar Glazer.
Hasil akhirnya, ini menjadi sebuah film yang berani, eksperimental secara formal dan dengan sudut pandang yang hampir terpisah secara klinis. Terutama diambil dengan kamera tersembunyi, The Zone of Interest berkonsentrasi pada kehidupan rumah tangga keluarga Höss (Rudolf, istrinya, Hedwig, dan kelima anak mereka), yang rumahnya terletak tepat di luar batas kamp konsentrasi, kengerian di dalamnya tampak dalam sekilas dari cerobong asap.
Yang lebih mengganggu, adalah suara bising industri serta teriakan dan tangisan manusia yang hampir konstan terdengar. Ini adalah film yang meresahkan, sebuah studi tentang disonansi kognitif yang ekstrem. Pengambilan gambar dilakukan di Auschwitz, di mana setelah mendapatkan izin dari pengawas museum di lokasi tersebut, tim Glazer mengambil alih sebuah rumah kosong di luar perimeter kamp.
Dengan menggunakan foto-foto arsip dan kesaksian para penyintas, Glazer dengan cermat membuat ulang vila keluarga Höss tinggal selama hampir empat tahun. Berbeda dengan film-film lain tentang Holocaust, The Zone of Interest berfokus pada para pelaku dibandingkan korbannya. Glazer mengatakan, ini bukan tentang mengkaji ideologi Nazi, melainkan sesuatu yang lebih dalam mengenai kemanusiaan.
“Anda harus mencapai titik di mana Anda memahami (ideologi) sampai batas tertentu agar dapat menulisnya, tapi saya benar-benar tertarik untuk membuat film yang menyelami dasar-dasar primordial dari semuanya. Di mana perasaan kita adalah hal dalam diri kita yang mendorong semuanya, kapasitas untuk melakukan kekerasan yang kita semua miliki,” ujar Glazer.