Jumat 15 Mar 2024 11:29 WIB

Palestina Kutuk Keras Israel yang Bangun Palang Besi ke Al-Aqsa

Masjid Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga di dunia bagi umat Islam.

Red: Setyanavidita livicansera
Warga Palestina padati komplek Masjid Al Aqsa
Foto: VOA
Warga Palestina padati komplek Masjid Al Aqsa

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Kementerian Luar Negeri Palestina pada Kamis (14/3/2024), mengutuk keras Israel karena memasang penghalang besi di tiga gerbang masuk menuju Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur yang diduduki. Dalam pernyataannya, kementerian mengatakan tindakan Israel tersebut adalah upaya untuk mengubah realitas sejarah, hukum, dan politik Masjid Al-Aqsa.

Mereka menganggap pemasangan penghalang besi sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan hal yang pasti Israel lakukan sebagai kekuatan pendudukan terhadap tempat ibadah. Kementerian meminta bantuan masyarakat internasional "untuk menghentikan pelanggaran Israel terhadap Yerusalem dan tempat-tempat suci umat Kristen dan Muslim."

Baca Juga

Kelompok Palestina Hamas juga mengecam tindakan Israel tersebut dan mengatakan hal itu adalah "usaha keji" untuk mencegah jamaah mencapai Masjid Al-Aqsa selama bulan Ramadhan. Sebelumnya pada Kamis, polisi Israel mengatakan pihaknya telah memasang apa yang mereka sebut memperkuat personelnya di gerbang menuju Masjid Al-Aqsa, dan membantah memberikan penghalang di depan jamaah.

Israel telah membatasi jamaah Palestina masuk ke Masjid Al-Aqsa di tengah ketegangan yang meningkat di seluruh wilayah Tepi Barat yang diduduki karena serangan Tel Aviv yang sedang berlangsung di Jalur Gaza setelah adanya serangan Hamas, yang menewaskan lebih dari 31 ribu jiwa sejak Oktober tahun lalu.

Masjid Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga di dunia bagi umat Islam. Orang-orang Yahudi menyebut kawasan itu sebagai Bukit Bait Suci, mengklaim bahwa tempat itu adalah situs dua kuil Yahudi di zaman kuno.

Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsa berada, selama Perang Arab-Israel tahun 1967. Mereka mencaplok seluruh kota pada tahun 1980 dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement