REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Guru besar Universitas Muhammadyah Kupang Prof Dr Zainur Wula menilai semua perbedaan pendapat atau konflik dari sebuah pesta demokrasi di Indonesia atau Pemilu harus diselesaikan melalui mekanisme jalur hukum yakni Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini disampaikan-nya berkaitan dengan perlunya rekonsiliasi nasional seusai Pemilu 2024 dan bersama-sama berfokus pada membangun Indonesia menuju negara maju.
"Menurut pendapat saya rekonsiliasi itu penting, tetapi semua perbedaan atau konflik dari sebuah pesta demokrasi harus melalui mekanisme jalur hukum yakni MK," katanya di Kupang, NTT, Ahad.
Menurut Zainur yang juga Rektor Univesitas Muhammadyah itu, jika sudah ada putusan dari yang berwenang yakni MK tentang masalah Pemilu, maka setiap masyarakat di Indonesia harus terima dengan jiwa besar dengan sportifitas untuk tegak-nya sebuah demokrasi dan tegak-nya NKRI.
Selain itu juga untuk menjaga stabilitas politik sehingga keamanan terpelihara, harmoni kebangsaan Indonesia, NKRI akan terus maju dan berkembang pesat di masa mendatang.
"Secara pribadi saya mengapresiasi penyelenggaraan Pemilu pada 14 Februari lalu yang sangat demokratis sukses untuk bangsa Indonesia," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Gereja Injili di Timor (GMIT) Pendeta Samuel Pandie menilai bahwa rekonsiliasi itu bisa dilakukan jika ada persoalan yang dihadapi saat pelaksanaan Pemilu.
Namun, pemimpin yang terpilih itu ujar dia bukan diberikan tugas dan wewenang untuk memimpin satu dua orang, tetapi memimpin sebuah bangsa. "Karena itu dia perlu merangkul semua elemen masyarakat sehingga bersama-sama membangun Indonesia untuk lebih maju lagi ke depan," tambah dia.
Dia juga menilai bahwa berbagai penyelesaian konflik Pemilu sudah seharusnya diserahkan semua kepada pihak yang berwenang.
Tugas masyarakat sebagai warga negara yang baik yakni sudah menggunakan hak suaranya saat Pemilu. Karena itu jika ada konflik maka harus diselesaikan melalui MK.