Senin 18 Mar 2024 14:04 WIB

Waspada, DBD di Kota Bandung Tembus 1.741 Kasus Hampir Samai Kasus Tahun Lalu

Penyebab utama lonjakan kenaikan kasus DBD disebabkan oleh El Nino

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Anggota Karang Taruna melakukan pengasapan atau fogging untuk mencegah penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) di Komplek Grand Cinunuk Indah, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi
Anggota Karang Taruna melakukan pengasapan atau fogging untuk mencegah penyebaran kasus demam berdarah dengue (DBD) di Komplek Grand Cinunuk Indah, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG----Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mengungkapkan kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) sejak awal Januari hingga pekan kedua Maret tahun 2024 mencapai 1.741. Angka tersebut hampir menyamai kasus DBD pada periode Januari hingga Desember tahun 2023 yang mencapai 1.865.

"Selama tahun 2023 ada kasus DBD 1.865, sekarang di tahun 2024 sampai pekan ke dua Maret mencapai 1.741," ujar Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bandung Ira Dewi Jani kepada wartawan, Senin (18/3/2024).

Baca Juga

Ira mengakui terjadi peningkatan signifikan kasus DBD di tahun 2024. Penyebab utama lonjakan kenaikan kasus DBD disebabkan oleh El Nino yang membuat musim kemarau panjang. "Penyebabnya kemarin El Nino musim kemarau panjang," katanya

Selama musim kemarau, kata dia, nyamuk Aedes Aegypty bertelur dan bisa bertahan selama satu tahun. Memasuki musim penghujan, air naik dan telur-telur nyamuk menetas menjadi nyamuk Aedes Aegypti. Ira menyebut yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Sebab hal itu yang dapat mengurangi dampak penyebaran nyamuk.

Ira menambahkan pihaknya saat ini tengah melaksanakan program menanam bakteri wolbachia ke telur-telur nyamuk Aedes Aegypti. Program tersebut berlangsung selama enam bulan. "Kita simpannya dua pekan sekali jadi 12 kali kan, sekarang kita baru menyimpan ember yang ke sembilan," katanya.

Menurut Ira, pihaknya terus melakukan evaluasi apakah sudah muncul nyamuk wolbachia. Dari hasil evaluasi, kegiatan pertama penanaman bakteri tersebut menghasilkan 14 persen nyamuk dari 20 persen target, sedangkan kedua baru 19 persen dari target 35 persen. "Baru bisa berdampak itu, kalau proporsi nyamuknya lebih 60 persen di alam," katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement