Selasa 19 Mar 2024 20:19 WIB

Dubes Agus: China Berdiri Sendiri dalam Konflik Laut China Selatan

Menurut Agus Widjojo, satu-satunya negara yang menjadi sekutu China adalah Korut.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Filipina, Letjen (Purn) Agus Widjojo.
Foto: Dok Lemhannas
Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Filipina, Letjen (Purn) Agus Widjojo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Filipina, Letjen (Purn) Agus Widjojo menilai, kekuatan diplomasi akan menjadi ujung tombak untuk mengatasi konflik di Laut China Selatan. Hal itu karena tidak ada satu pun negara yang akan diuntungkan dari adanya konflik.

"Saya rasa diplomasi akan menjadi ujung tombak dari upaya penyelesaian (konflik) ini melalui penggunaan elemen national power yaitu elemen of national power diplomacy apalagi kita melihat sebetulnya kekuatan ini ada pada kita,” kata Dubes Agus dalam diskusi daring 'Menjaga Kedaulatan dan mencari kawan di Laut China Selatan' yang disaksikan di Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Baca: Antisipasi Konflik Cina Versus Taiwan, Filipina Beri Pelatihan Militer Warga Batanes

Dubes Agus menuturkan, China berdiri sendiri dalam konflik Laut China Selatan karena negara-negara disekitarnya telah mendapat ancaman dari negara tirai bambu tersebut. Terbaru China menantang Vietnam untuk mempermasalahkan garis batas landas kontinen antara Vietnam dengan China.

Satu-satunya negara yang dinilainya akan menjadi sekutu China adalah Korea Utara. Itu pun dengan catatan China mau mendekati negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un itu terlebih dahulu.

"Jadi dari segi daya tempur baik itu secara diplomasi, ekonomi atau militer, China masih di bawah. Apalagi Amerika akan selalu mendukung untuk menjamin adanya kebebasan lintas pelayaran internasional," ucapnya.

Baca: Kapuspen Tegaskan TNI tak Terkait WNI Jadi Tentara Bayaran Ukraina

Agus juga menekankan, konflik Laut China Selatan yang merupakan eskalasi dari penyelesaian yang kemudian menjadi ketegangan lalu berubah menjadi konflik, tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Begitu juga dengan solusi melalui diplomasi maupun negosiasi yang tidak bisa dan tidak harus diselesaikan dalam waktu dekat.

"Diplomasi atau negosiasi itu tidak bisa diselesaikan, tidak harus diselesaikan dalam waktu satu pekan satu bulan tetapi itu bisa berjalan dalam jangka waktu yang lama. Artinya nikmati saja negosiasi itu sampai kesepakatan itu tercapai," tutur eks gubernur Lemhannas tersebut.

Lebih lanjut, Agus juga mendorong pembangunan kekuatan Badan Keamanan Laut (Bakamla) diperkuat. Hal itu karena Indonesia sebagai negara kepulauan di mana lebih banyak wilayah perairan yang semakin meningkat kehadiran Bakamla.

Baca: Naval Group Menangkan Tender Empat Kapal Selam Rp 91,9 Triliun dari Kemenhan Belanda

Namun, tugas dan fungsi Bakamla harus disepakati terlebih dahulu agar tidak tumpang tindih dengan angkatan laut. Hal itu lantaran Bakamla merupakan lembaga non militer yang melaksanakan fungsi penegakan hukum di wilayah perairan teritorial.

Upaya Bakamla Indonesia untuk mempercepat pembangunan kekuatan sebagai sebuah institusi yang mandiri dengan mengadakan kerjasama dengan Bakamla negara ASEAN turut disambut baiknya.

Menurut Agus, menilik China yang selalu mengerahkan coast guard, alih-alih angkatan laut, sebagai senjata psikologi untuk mengirimkan pesan bahwa wilayah Laut China Selatan merupakan wilayah kedaulatannya. "Jadi di situ merupakan pedang bermata dua, satu menekankan itu wilayah dia yang kedua juga untuk menyatakan bahwa saya tidak bermaksud untuk perang," ucap Agus.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement