REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang tua menganggap alergi anak tidak bisa sembuh total. Namun angggapan ini tidak sepenuhnya benar, sebab rupanya alergi pada anak bisa diatasi.
Prof DR Dr Anang Endaryanto, SpA(K) MARS mengatakan, alergi bisa sembuh total dengan memperhatikan beberapa langkah. Pertama harus dibuktikan terlebih dulu alergi yang diderita.
"Harus dibuktikan dulu, ketahui jenis alergi baru tindakannya apa. Kalau (alergi) makanan lakukan eliminasi sampai toleransi, kalau alergi debu, asma solusinya terapi, kalau alergi binatang berbulu tidak dekat-dekat dengan binatang itu," kata Prof Anang dalam acara bersama IDAI di Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Untuk alergi makanan dan binatang biasanya lebih mudah melakukan eliminasi. Misalnya, setelah diketahui jenis alergi, bisa melakukan eliminasi selama tiga minggu, dan seterusnya sampai mencapai toleransi.
Alergi makanan paling banyak berhubungan dengan masalah pencernaan. Toleransi makanan ada yang bisa cepat, ada pula yang harus menunggu sampai remaja.
Tetapi untuk alergi debu, bulu binatang, bisa berkembang menimbulkan asma, rhinitis dan ini terjadi pada 10-20 persen anak di Asia Tenggara. Alergi ini juga bisa dipengaruhi oleh perkembangan polusi.
"Pertolongan pertama problemnya kalau di AS anak sekolah ada yang dibekali suntikan adrenalin dalam bentuk pen (pulpen), di Indonesia jarang makanan menimbulkan anafilaksis harusnya disuntik adrenalin di UGD. Kita belum ada obat bentuk pen kayak di AS," kata dia.
Prinsipnya alergi makanan sebagian besar bisa ditoleransi nantinya. Kadang-kadang ada yang lebih cepat toleran. Jangan dipaksakan diberikan makanan yang memicu alergi agar desensitisasi tidak menunggu sampai remaja, bisa lebih awal tapi juga bisa sampai remaja.
"Kalau asma harus ditentukan karena debu atau binatang. Kalau debu perlu mempertimbangkan apakah memenuhi syarat imunoterapi untuk bisa sembuh," ujarnya.
Dampak ringan sampai berat dari alergi bisa menimbulkan inflamasi berlebih, peradangan pada masa anak. Jika tidak diatasi, misalnya gatal terus menerus karena eksim, dampaknya memengaruhi sel pertumbuhan anak, kecerdasan, fisik, psikis dan emosional mereka.
Pada masa critical window kognitif, sensorik pada usia 0-1 tahun juga menjadi dampak utama. Dampak lain adalah gagal tumbuh karena gizi yang tidak terpenuhi. Sebab setiap pantangan makanan harus dicarikan penggantinya, misalnya alergi susu sapi diganti kedelai dan lainnya. Sebaliknya, apabila belum terbukti jenis alergi pada anak, jangan lakukan pantangan tertentu hanya lewat asumsi, bukan dari tes darah yang akurat.