REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat AS baru-baru ini mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang disebut “TikTok Act”. RUU ini disebut bertujuan menjawab kekhawatiran mengenai pengaruh platform asal China itu terhadap potensi dampak keamanan nasional, kebebasan berpendapat, serta industri media sosial.
Pada 6 Maret, anggota parlemen AS bipartisan mengusulkan undang-undang yang memberi ByteDance waktu 165 hari untuk memisahkan TikTok dari bisnisnya. Jika tidak, toko aplikasi seperti Apple dan Google akan terpaksa menghentikan layanan hosting web untuk TikTok. TikTok juga tidak akan bisa bermitra dengan bisnis AS lainnya.
Undang-undang ini, yang mendapat dukungan luas dari dua partai, mengusulkan agar pemilik TikTok di China menjual saham aplikasinya atau menghadapi larangan di Amerika Serikat. Dengan kata lain, Dewan Perwakilan Rakyat AS ingin ByteDance melepaskan kendali atas platform video pendeknya, TikTok.
Namun, RUU tersebut masih memerlukan dua langkah untuk sampai menjadi undang-undang. Pertama akan melewati Senat AS untuk diskusi dan pemungutan suara. Setelah itu, persetujuan akan diserahkan kepada Presiden AS Joe Biden. Penting untuk dicatat bahwa RUU ini bisa saja gagal dalam salah satu langkah selanjutnya.
Dukungan Bipartisan terhadap “TikTok Act” dan Detail Legislatif
RUU tersebut disahkan dengan mayoritas 352 berbanding 65 suara. Ini menunjukkan dukungan luas terhadap tindakan yang menargetkan China pada tahun pemilu. Khususnya, baik Partai Republik maupun Demokrat mendukung RUU tersebut.
Namun, 50 anggota Partai Demokrat dan 15 anggota Partai Republik menentang RUU tersebut. Saat ini, Presiden AS Biden telah mengindikasikan kesediaannya untuk menandatangani undang-undang tersebut.
Artinya, jika RUU ini lolos ke Senat, maka sudah sah menjadi undang-undang. Tentu saja, jika arah politik tidak berubah.
Undang-undang yang diusulkan akan mengharuskan TikTok untuk melakukan divestasi dari perusahaan induknya di China, ByteDance, dalam jangka waktu tertentu untuk menghindari larangan dari toko aplikasi AS.
Persetujuan Senat dan Implikasinya di Masa Depan
Meski berhasil di legislatif AS, RUU tersebut menghadapi tantangan di Senat. Tokoh-tokoh penting tetap tidak memberikan komitmen mengenai pengesahannya. Pemimpin Mayoritas Senat Chuck Schumer belum berkomitmen untuk melakukan pemungutan suara. Jika disetujui oleh Senat dan ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden, undang-undang ini dapat berdampak luas terhadap TikTok dan platform serupa lainnya yang dianggap sebagai ancaman keamanan nasional.
Respons TikTok dan Dampak Industri
TikTok dengan keras menentang RUU tersebut. Platform menganggapnya sebagai serangan terhadap kebebasan berekspresi dan meningkatkan kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap lapangan kerja dan bisnis di Amerika.
Perusahaan juga memobilisasi penggunanya untuk menentang undang-undang tersebut sambil menekankan upaya untuk menjaga data pengguna tetap aman dan bebas dari manipulasi eksternal. Selain itu, terdapat kekhawatiran mengenai potensi masalah antimonopoli di industri media sosial karena tingginya konsentrasi layanan.
“Proses ini bersifat rahasia dan RUU tersebut dipaksakan hanya karena satu alasan: yaitu pelarangan. Kami berharap Senat akan mempertimbangkan fakta, mendengarkan konstituennya, dan menyadari dampaknya terhadap perekonomian, 700 dampak terhadap 10,000 usaha kecil dan 170 juta orang Amerika yang menggunakan layanan kami," demikian menurut TikTok dalam sebuah pernyataan, dilansir dari GizChina, Rabu (20/3/2024).
Tiktok mengklaim bahwa RUU ini....