Rabu 20 Mar 2024 19:12 WIB

Pakar Endus Motif Terselubung KPK Buru-Buru Dalami Dugaan Korupsi LPEI

KPK tiba-tiba mengusut kasus LPEI usai Menkeu Sri Mulyani melapor ke Kejagung.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (5/2).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menduga ada motif lain di balik Komisi Pemberantasan Korupsu (KPK) yang tiba-tiba mendalami kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Fickar mengendus dugaan permainan kotor di internal KPK.

Tindakan buru-buru KPK membuka penyidikan di kasus LPEI, menurut Fickar, patut dipertanyakan. Apalagi upaya itu dilakukan pasca-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengadukan perkara fraud di LPEI ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Harus ada audit terhadap penyidik KPK, karena sangat mungkin ini terjadi karena ada permainan di penyidikan KPK," kata Fickar kepada Republika.co.id di Jakarta, Rabu (20/3/2024).

Baca: KPPU Gandeng PPATK Usut Persekongkolan Merger dan Akuisisi Perusahaan

Fickar memandang kemungkinan permainan kotor di internal KPK tetap ada. Paalnya, kasus pegawai KPK nakal sudah pernah terjadi. Bahkan baru-baru ini, terungkap kasus pungli di rutan KPK.

"Setelah kasus pemerasan oleh pegawai rutan KPK, karena tidak mustahil modus serupa juga dilakukan oleh para penyelidik dan penyidik KPK," ujar Fickar.

Dia pun mendorong KPK mengusut potensi permainan kotor hingga mempengaruhi pendalaman kasus dugaan korupsi LPEI. "Jika terbukti ada permainan di penyidikan KPK, lebih baik para penyidik yang terlibat dipecat dan perbuatanya diproses secara pidana ke pengadilan," ucap Fickar.

Menurut dia, KPK sebelumnya malah menghapus penyidik berintegritas dengan alasan tidak lolos tes. "Masih banyak penyidik yang baik yang justru dipecat dan tidak ditampung di KPK karena Tes Wawasan Kebangsaan itu," ujar Fickar.

Dia menyebut, penanganan kasus dugaan korupsi di KPK selama ini, prosesnya terbilang lambat. Sepertinya hal itulah yang membuat Menkeu Sri Mulyani menjatuhkan pilihan untuk melapor ke Kejagung ketimbang KPK agar kasus LPEI segera tuntas.

"Ya KPK sekarang lamban menangani korupsi yang sudah jelas pembuktiannya,  karena itu Menkeu SMI melimpahkan kasus (yang pernah dilaporkan ke KPK) kepada Kejaksaan," ujar Fickar.

Sebelumnya, KPK membantah adu cepat dengan Kejagung dalam mengusut dugaan korupsi fasilitas kredit di LPEI. KPK mensinyalkan sudah menerima laporan sebelum Kejagung.

KPK mengumumkan dimulainya penyidikan perkara dugaan korupsi di LPEI pada Selasa (19/3/2024). Pengumuman tersebut selang sehari setelah Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengadukan kasus serupa ke Kejagung

KPK mendalami tiga dari total enam laporan fraud debitur LPEI. Padahal pihak Kejagung mengumumkan adanya empat pihak korporasi yang terindikasi fraud.

KPK juga mengungkap total indikasi kerugian keuangan negara pada kasus LPEI yang ditanganinya ditaksir Rp 3,4 triliun. Hal itu berbeda pula dari laporan Menkeu Sri Mulyani Indrawati ke Kejagung bahwa ada empat debitur bermasalah terindikasi fraud senilai Rp 2,5 triliun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement