Kamis 21 Mar 2024 13:37 WIB

Cerita Mesin Cetak Alquran Braille Tertua di Bandung yang Hanya Tersisa Satu di Dunia

Mesin cetak itu sumbangan dari lembaga Helen Keller internasional pada tahun 1950-an

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Arie Lukihardianti
Aktivitas pembuatan Alquran Braille di Yayasan Penyantun Wyataguna di Kota Bandung, Kamis (21/3/2024).
Foto: Republiika/M Fauzi Ridwan
Aktivitas pembuatan Alquran Braille di Yayasan Penyantun Wyataguna di Kota Bandung, Kamis (21/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Sejumlah orang tengah sibuk di ruangan yang tidak terlalu besar di Yayasan Penyantun Wyata Guna di Jalan Pajajaran, Kota Bandung saat bulan puasa Ramadhan 1445 Hijriah. Mereka tengah memproduksi Alquran Braille menggunakan mesin cetak Alquran tertua di dunia.

Di ruang tengah, seorang pegawai tengah memindahkan kertas ke mesin cetak Alquran Braille. Di sudut lainnya, seorang pegawai tengah membuat master Alquran Braille. Aktivitas tersebut berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 17.00 WIB.

Baca Juga

Terlihat mesin cetak berukuran besar yang digunakan membuat Alquran Braille berfungsi dengan baik. Beberapa sudut ruangan lainnya digunakan untuk penyimpanan Alquran Braille yang sudah selesai dibuat.

Kepala Sekretariat Yayasan Penyantun Wyata Guna Ayi Ahmad Hidayat mengungkapkan, mesin cetak braille yang digunakan di yayasan merupakan sumbangan dari lembaga Helen Keller internasional pada tahun 1950-an. Total terdapat enam mesin braille yang dibagikan ke seluruh benua di dunia.

"Dialah yang memesan mesin ini berjumlah enam unit ke pabrik Thompson dan itu disebar ke seluruh benua, di Asia dua di India dan Indonesia itu terjadi awal tahun 1950-an," ujar Ayi saat ditemui belum lama ini.

Dari seluruh mesin cetak braille yang dibagikan, kata Ayi, hanya mesin cetak Alquran Braille di Bandung yang masih berfungsi dengan baik. Mesin cetak braille yang berada di sejumlah negara sudah tidak berfungsi atau rusak.

"Sampai sekarang udah beberapa tahun tinggal ini yang masih hidup dan masih berfungsi, yang lain tidak terpakai mungkin rusak atau hilang tidak terpakai. Saya kagum logam bagus sampai sekarang belum karatan," katanya.

Meski masih berfungsi dengan baik, kata dia, mesin cetak sempat mengalami kerusakan retak di bagian mesin pada 10 tahun lalu. Kondisi tersebut terjadi karena produksi Alquran Braille dilakukan 24 jam.

Ayi mengatakan proses service mesin cetak tersebut relatif sulit untuk mencari pihak yang dapat membetulkan. Pihaknya sempat bekerja sama dengan beberapa perusahaan seperti PT Pindad dan perusahaan swasta lainnya untuk membetulkan mesin.

"Alhamdulillah sampai saat ini bertahan dan produktif. Sudah 10 tahun sejak rusak masih berfungsi dengan baik," kata dia.

Namun, saat ini proses produksi dibatasi dari pagi hingga sore untuk menjaga kondisi mesin. Tiap hari, mesin cetak Alquran Braille dapat mencetak 100 set atau 3.000 jilid. 

Sekarang, kata dia, sudah terdapat cara lain memproduksi Alquran Braille dengan format print out. Meski sudah mendekati Alquran braille yang dicetak mesin cetak. Namun, masih banyak kekurangan dan tantangan.

Ke depan, ia berharap terdapat pihak yang memperhatikan kondisi mesin cetak tersebut dengan membuat yang baru atau memodifikasi mesin. Selain itu saat ini pihaknya kesulitan mencari bahan baku plat master Alquran braille.

 

Ia menyebut membuat master Alquran braille membutuhkan waktu hingga 2 tahun. Ke depan, Ayi berharap terdapat regenerasi yang memperhatikan keberadaan mesin cetak Alquran Braille.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement