Oleh Bambang Noroyono
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Video penyiksaan keji terhadap warga Papua yang dimasukkan dalam drum air jadi sorotan belakangan. Siapa sedianya oknum pelaku tindak kekerasan brutal tersebut.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) Cenderawasih Letnan Kolonel (Letkol) Candra Kurniawan mengatakan, internalnya saat ini masih melakukan penyelidikan terkait video tersebut. Dikatakan dia, tim di internal pun belum dapat memastikan apakah video tersebut benar, atau cuma hasil editan.
“Potongan-potongan video tersebut, masih ditelusuri, baik tentang kejadian sebenarnya berada di mana, dan kapan, sehingga tidak terjadi simpang siur,” begitu ujar Letkol Candra saat dihubungi Republika dari Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Kata dia, dari penelusuran sementara ini, bisa saja bahwa pelaku dalam video tersebut adalah warga biasa yang menggunakan atribut-atribut TNI. “Karena itu saat ini kita lakukan penelusuran, dan konfirmasi di lapangan,” ujar dia.
Namun, kata Letkol Candra, dari informasi yang beredar di internal TNI, ada tudingan bahwa video tersebut dilakukan oleh prajurit dari Satgas Yonif 300/R dan terjadinya di Ilaga, Kabupaten Puncak. Namun, dikatakan dia, selama ini, tidak pernah ada resistensi masyarakat Papua di Ilaga terhadap kehadiran Satgas Yonif 300/R.
Dia menegaskan, dari penelusuran jika ditemukan fakta bahwa pelaku dalam video tersebut adalah para prajurit TNI, institusinya tak bakal segan melakukan penghukuman. “Apabila memang benar pelaku itu adalah prajurit TNI, maka prajurit tersebut kami pastikan akan ditindak tegas, dan diproses secara hukum. TNI seperti lembaga atau institusi lainnya yang menjunjung tinggi hukum dan penegakan HAM,” begitu sambung dia.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam tindakan tak manusiawi oknum yang terekam video melakukan penyiksaan terhadap warga biasa di Papua. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menegaskan peristiwa penyiksaan terhadap warga biasa tersebut bakal menambah catatan buruk pendekatan cara-cara militer yang tak manusiawi terhadap masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Atnike mengingatkan komitmen pemerintah untuk segera memperbaiki strategi keamanan yang militeristik di wilayah Papua menuju pola yang lebih humanistik. “Komnas HAM sangat menyesalkan terjadinya peristiwa tersebut karena akan menambah rentetan korban kekerasan akibat konflik di Papua yang diduga merupakan penyiksaan oleh aparat keamanan (TNI),” begitu kata Atnike dalam siaran pers Komnas HAM yang diterima di Jakarta, Jumat (22/3/2024).
Komnas HAM kata Atnike menaruh perhatian serius terkait dengan adegan penyiksaan oleh personel TNI terhadap seorang warga Papua tersebut. Dan mendesak pemerintah, agar memerintahkan TNI melakukan penegakan hukum terhadap para personelnya yang melakukan aksi-aksi tak manusiawi tersebut. “Komnas HAM berharap agar pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan proses penegakan hukum yang adil terhadap kasus tersebut. Dan Komnas HAM terus mendorong agar pemerintah memperbaiki strategi pendekatan keamanan di Papua,” ujar Atnike.
Menurutnya cara-cara militeristik, dan aksi-aksi yang brutal terhadap masyarakat asli di Papua hanya bakal semakin meninggikan intensitas kekerasan di Bumi Cenderawasih. Peristiwa penyiksaan tersebut, pun dikhawatirkan bakal memunculkan sikap yang berujung pada kekerasan-kekerasan lanjutan. Dari informasi yang sampai di Komnas HAM, kata Atnike peristiwa penyiksaan terhadap warga Papua itu, terjadi di kawasan Puncak, Papua Tengah.
“Untuk itu Komnas HAM meminta semua pihak agar menahan diri untuk mencegah eskalasi konflik di Papua,” begitu ujar Atnike.
Pegiat HAM Papua Theo Hasegem mengirimkan kepada Republika dua potongan video penyiksaan tersebut. Theo sendiri mengaku belum mengetahui siapa warga sipil yang terekam mendapatkan penyiksaan.
Theo pun mengaku belum mengetahui apakah warga Papua dalam video tersebut ada kaitannya dengan kelompok separatisme bersenjata. Namun, kata dia, dua rekaman video yang sampai kepadanya menunjukkan bentuk penyiksaan yang tak manusiawi dilakukan orang-orang dengan pakaian alat militer terhadap warga Papua yang tampak bertelanjang dada.
Dalam video pertama, Theo mengatakan, seorang Papua dengan kondisi telanjang dada dimasukkan ke dalam sebuah drum yang berisi air. Theo mengatakan pria Papua itu seperti dalam kondisi tangan terikat. Di sekeliling drum berisi air tersebut, sekitar empat orang yang mengenakan atribut TNI memukuli sampai babak belur wajah laki-laki Papua tersebut.
“Korban Papua tersebut disiksa dengan kepala dan wajahnya dipukuli berkali-kali sampai berdarah-darah. Dan satu anggota TNI lagi terlihat mencambuk, dan menendang ke arah wajah korban Papua tersebut sampai berdarah-darah tidak berdaya,” begitu ujar Theo.
Dalam video pertama yang berdurasi sekitar dua menit tersebut, para anggota TNI yang melakukan penyiksaan itu, pun melakukan aksinya sambil memaki-maki pria Papua tersebut dengan kata-kata binatang. Di dalam video tersebut, tampak memang seorang anggota TNI yang berusaha untuk menyudahi aksi tersebut.
Namun, dalam video kedua yang diterima oleh Theo menampilkan adegan yang lebih mengerikan, yaitu berupa rekaman yang memperlihat pria Papua yang sudah tak berdaya tersebut disayat-sayat bagian punggungnya dengan menggunakan bayonet atau sangkur.
Bahkan, dalam video kedua tersebut, pisau militer itu digunakan untuk menusuk-nusuk bagian pundak belakang pria Papua yang sudah terkulai lemas babak belur. Kata Theo, dari rekaman video kedua itu, air yang berada di dalam drum yang semula tampak biru di video pertama menjadi merah dalam rekaman video kedua.
Hal tersebut kata Theo menandakan darah yang keluar dari tubuh pria Papua korban penyiksaan itu yang tumpah dan bercampur dengan air di dalam drum tersebut. “Itu sebuah bentuk penyiksaan yang sangat keji. Saya minta TNI harus menghukum anggotanya,” ujar Theo. Menurut dia, diduga rekaman video tersebut dilakukan oleh personel militer di Yahukimo, Papua Pegunungan.