NEWS -- Perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata bagi manusia. Cuaca ekstrem hingga bencana alam yang sering terjadi erat kaitannya dengan perubahan iklim, menimbulkan kerugian yang begitu besar baik korban jiwa, hilangnya aset, serta menurunnya aktivitas produksi khususnya di sektor pertanian telah dirasakan.
Pembahasan mengenai dampak perubahan iklim terhadap kehidupan manusia tersebut menjadi perhatian dalam Safari Ramadan Civitas Akademika Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) bersama Aqua. Acara berlangsung pada Senin, 25 Maret 2024, dan dihadiri oleh Katib Syuriah PBNU Dr. K.H. M. Mujib Qulyubi, M.H; Water Environmental & Sanitation Specialist Cowater International Trimo Pamudji Al Djono; serta jajaran civitas akademika UNUSIA.
Water Environmental & Sanitation Specialist Cowater International Trimo Pamudji Al Djono mengatakan, mitigasi perubahan iklim tidak bisa dilakukan secara individu, namun harus dengan keterlibatan banyak pihak.
“Yang paling penting adalah aksi mitigasinya harus dilakukan secara bersama-sama. Semua elemen masyarakat, pemerintah, swasta, NGO, dan sebagainya. Karena aksi mitigasi ini yang paling berdampak pada perubahan lingkungan, termasuk penghijauannya,” ujar Trimo Pamudji seperti dalam keterangan tertulisnya yang diterima pada Selasa, 26 Maret 2024.
Dalam kesempatan itu, Trimo juga menjelaskan dampak yang sangat terlihat dari perubahan iklim saat ini adalah wilayah kering semakin kering dan wilayah yang basah semakin basah (banjir). Kondisi ini mengakibatkan masyarakat semakin sulit mendapatkan sumber air bersih.
Oleh karena itu, sambung Trimo, yang perlu dilakukan adalah program yang membuat mendekatkan masyarakat dengan sumber air. Ia melanjutkan, upaya mitigasi perubahan iklim harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan.
Katib Syuriah PBNU Dr. K.H. M. Mujib Qulyubi menjelaskan, adanya isu perubahan iklim adalah warning bagi umat untuk kembali memperhatikan perilaku terhadap lingkungan. “Perintah menjaga lingkungan ada di dalam Al Quran dan tugas kita sebagai manusia adalah menjaga lingkungan karena dengan menjaga lingkungan kita dapat menjaga agama, menjaga harga diri, akal, harta, serta keturunan,” ujarnya.
Mujib Qulyubi menambahkan, Islam pada dasarnya menaruh perhatian terhadap lingkungan. “Pembahasan mengenai lingkungan dalam fiqih di Indonesia mulai muncul pada periode 1960-an. Pemicunya adalah kekhawatiran terhadap bencana-bencana alam yang timbul akibat kerusakan alam,” jelas dia.
Lebih lanjut, Mujib Qulyubi juga mengatakan, kontribusi NU terhadap lingkungan salah satunya adalah membuat konsep fiqih lingkungan pada tahun 1980-an. Semangat NU dalam menyusun konsep fiqih lingkungan hidup tidak terlepas dari konteks yang ada pada saat itu, di mana negara mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup yang rusak akibat pembangunan nasional.
Kajian mengenai fiqih lingkungan yang dilaksanakan di Kampus UNUSIA ini merupakan rangkaian kegiatan Safari Ramadan Aqua bersama Masjid. Kegiatan dilaksanakan dalam bentuk kajian interaktif mengenai isu-isu terkini tentang kesehatan dan lingkungan yang berlangsung di berbagai masjid di tanah air.
Dalam kesempatan itu juga dilangsungkan doa bersama untuk Palestina yang dipimpin langsung oleh Mujib Qulyubi. Ratusan jamaah yang hadir ikut serta memanjatkan doa untuk saudara muslim di Palestina agar dapat menjalankan ibadah Ramadan dengan khusyu.