REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di awal pekan dibuka turun, di tengah pasar menunggu rilis inflasi domestik. Pada awal perdagangan Senin (1/4/2024) pagi, rupiah merosot 23 poin atau 0,15 persen menjadi Rp15.880 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.857 per dolar AS.
"Hari ini Badan Pusat Statistik akan merilis data inflasi pada Maret 2024," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, di Jakarta, Senin (1/4/2024).
Inflasi Maret 2024 diperkirakan berkisar 0,58 persen month on month (mom) atau 3,11 persen year on year (yoy), terutama disebabkan oleh inflasi bahan makanan sejalan dengan peningkatan permintaan pada masa Ramadhan. Meskipun rupiah diperdagangkan sideways dan dalam rentang yang terbatas, kinerja pasar obligasi domestik cenderung membaik pada Kamis (28/3/2024).
Imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) benchmark turun 3-5 basis poin (bps). Pekan lalu, yield obligasi Pemerintah Indonesia tenor 10 tahun meningkat sebesar 4 bps di tengah depresiasi rupiah.
Pekan lalu, rata-rata harian volume perdagangan obligasi pemerintah tercatat Rp 24,11 triliun, lebih tinggi dibandingkan pekan sebelumnya, yang mencatat rata-rata Rp 19,43 triliun.
Kepemilikan asing pada obligasi Pemerintah Indonesia turun Rp 1,2 triliun menjadi Rp 809 triliun atau sebesar 14,22 persen dari total beredar pada 27 Maret 2024.
Sementara itu, angka produk domestik bruto (PDB) AS kuartal IV 2023 direvisi. PDB AS direvisi naik menjadi 3,4 persen secara kuartalan (quarter over quarter) dibandingkan 3,2 persen pada kuartal yang sama tahun sebelumnya, mengindikasikan bahwa kondisi perekonomian AS yang lebih solid dari perkiraan sebelumnya.
Apresiasi dolar AS juga didukung oleh kepercayaan konsumen yang lebih kuat. U Mich Sentiment pada Maret 2024 naik menjadi 79,4, tertinggi dalam tiga tahun terakhir, mencerminkan permintaan konsumen yang kuat.
Josua memperkirakan kurs rupiah bergerak di rentang Rp 15.850 per dolar AS sampai dengan Rp 15.950 per dolar AS.