Jumat 05 Apr 2024 13:40 WIB

Rusia Siap Buat Perjanjian Damai dengan Ukraina, Tapi Ada Syaratnya

Rusia mensyaratkan, Kiev harus mengakui perolehan wilayah Rusia di Ukraina.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berbicara dengan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui selama pembicaraan mereka di Moskow, Rusia, Selasa, (16/1/2024).
Foto: Maxim Shemetov/Pool Photo via AP
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov berbicara dengan Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui selama pembicaraan mereka di Moskow, Rusia, Selasa, (16/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pada Kamis (4/4/2024) mengatakan, Moskow siap membuat perjanjian damai secara "jujur" dengan Ukraina yang akan mempertimbangkan kepentingan keamanan Moskow. Saat berbicara dalam pertemuannya dengan duta besar negara-negara asing di Moskow, Lavrov mengajukan syarat lain untuk perjanjian damai tersebut, yaitu Kiev harus mengakui perolehan wilayah Rusia di Ukraina.

Lavrov menyebut 10 poin rencana damai yang diajukan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sebagai "ultimatum", yang mendorong Rusia untuk menyerah dan kembali pada ketentuan perbatasan tahun 1991. Sementara itu, negara-negara Barat kini tengah terlibat secara aktif dalam upaya mempromosikan inisiatif Zelenskyy dengan mengumpulkan 140 negara pada pertemuan mendatang yang membahas Ukraina di Jenewa.

Baca Juga

Menurut dia, negara-negara Barat menggunakan taktik licik untuk menarik dukungan banyak negara terhadap rencana Zelenskyy. Lavrov mengatakan, Rusia tidak memiliki rencana untuk menghalangi partisipasi negara-negara lain dalam pertemuan di Swiss tersebut. "Kami telah memberi tahu rekan-rekan kami (para duta besar) tentang segalanya," kata dia.

"Kami tidak akan menghalangi partisipasi negara-negara lain dalam KTT tersebut, seperti yang dilakukan negara-negara Barat untuk mencoba mencegah partisipasi dalam acara yang kami selenggarakan. Kami tidak memiliki kebiasaan seperti itu," tambahnya.

Lavrov mencatat, Rusia dan Ukraina memiliki peluang nyata untuk mencapai perdamaian dalam perundingan di Istanbul pada Maret 2022, tetapi Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dan pejabat AS menggagalkannya. Sejak saat itu, situasinya telah berubah, dan "realitas teritorial" baru terbentuk, kata Lavrov.

"Kami tentu siap untuk membuat perjanjian yang jujur berdasarkan pada kepentingan keamanan Rusia, berdasarkan pada realitas baru," ujar dia. "Tentu saja, itu juga akan mempertimbangkan kepentingan keamanan negara lain, termasuk Ukraina," kata dia lebih lanjut.

 

sumber : Antara, Anadolu
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement