Rabu 17 Apr 2024 21:52 WIB

Dampak Penyakit Dengki dan Obatnya

Orang dengki sesungguhnya sedang menzalimi dirinya sendiri.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi.
Foto: Republika.co.id
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah seorang ulama dan cendikiawan ternama asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi (1878-1960 M) mengungkapkan dampak penyakit dengki. Menurut dia, orang yang hatinya dipenuhi dengan kedengkian dan permusuhan terhadap sesama mukmin, selain menzalimi saudaranya seiman, sesungguhnya ia sedang menzalimi dirinya sendiri.

"Lebih dari itu, ia melampaui batas kasih sayang Ilahi. Sebab, dengan kedengkian dan permusuhan tersebut, ia menjatuhkan diri ke dalam penderitaan yang pedih, dan penderitaan itu bertambah pedih bila melihat musuhnya mendapatkan kenikmatan; ia pun tersiksa akibat rasa takut terhadap sang musuh," kata Nursi dikutip dari bukunya Al-Maktubat, halaman 446-447.

Baca Juga

Jika permusuhan itu muncul akibat kedengkian, lanjut Nursi, balasannya adalah siksa yang pedih. Sebab, kedengkian membuat si pendengki lebih sakit daripada yang didengki.

"Kedengkian dapat membakar pelakunya dengan kobaran apinya, sementara orang yang didengki tidak dirugikan atau hanya menderita sedikit kerugian," kata Nursi.

Nursi pun mengungkapkan obat penawar dari penyakit dengki ini. Menurut dia, obat kedengkian adalah si pendengki harus merenungkan akibat dari kedengkiannya dan hendaknya ia menyadari bahwa kekayaan, kekuatan, kedudukan, dan hal-hal duniawi yang dinikmati orang yang didengkinya hanya bersifat sementara dan fana; manfaatnya pun sedikit, namun tantangannya besar.

Adapun jika kedengkian timbul akibat faktor-faktor yang bersifat ukhrawi, sebenarnya itu bukanlah suatu kedengkian. Kalaupun ada perasaan dengki yang timbul pada hal-hal yang bersifat ukhrawi, bisa jadi si pendengki termasuk orang yang berlaku riya.

Hal itu akan menghapus amal ukhrawinya di dunia. Atau, si pendengki berprasangka buruk terhadap orang yang didengkinya sehingga ia menzaliminya.

Kemudian, orang yang mendengki sebenarnya tidak rela terhadap takdir dan rahmat Allah. Sebab, ia merasa kecewa atas karunia-Nya terhadap orang yang didengkinya dan merasa senang atas malapetaka yang menimpanya. Artinya, ia seakan-akan mengkritik takdir dan rahmat Allah.

"Sebagaimana diketahui barangsiapa mengkritik takdir Allah, ia laksana orang yang menanduk gunung; dan barangsiapa memprotes rahmat dan karunia Ilahi, ia akan terhalang darinya," jelas Nursi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement