REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki mengimbau adanya kerja sama multipihak, mulai dari keluarga, guru-guru di sekolah, hingga masyarakat dalam upaya mengatasi kasus perundungan yang melibatkan anak-anak di sekolah.
"Orang tua tidak boleh lagi menganggap bahwa pendidikan itu adalah urusan sekolah. Kalau anaknya sudah diserahkan ke sekolah, seolah-olah pendidikan menjadi tanggung jawab sekolah. Itu awal dari kesalahan besar. Guru juga harus menjalankan fungsi sebagai orang tua," kata Zainuddin dalam video singkat, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube TVR Parlemen di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Menurutnya, pihak-pihak di sekolah tidak bisa bekerja sendiri mencegah kasus perundungan, tetapi membutuhkan kerja sama multipihak dan multisektor.
Ia juga menyampaikan, pada dasarnya sekolah harus mampu menghadirkan siswa-siswa yang bukan hanya berprestasi secara akademis, melainkan juga berkepribadian tangguh dan berintegritas. Dengan demikian, katanya melanjutkan, siswa akan terhindar dari pelaku negatif, seperti perundungan.
Berikutnya, ia berpandangan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) perlu memformulasikan kebijakan khusus untuk membentuk karakter siswa yang berintegritas.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebelumnya telah mengungkapkan bahwa sekitar 3.800 kasus perundungan terjadi di sepanjang tahun 2023. Menurut KPAI, hampir 50 persen dari total kasus itu terjadi di lingkungan pendidikan, termasuk pesantren.
Sebelumnya dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Kemendikbudristek di Kompleks Parlemen Jakarta, beberapa waktu lalu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim telah menegaskan bahwa pihaknya akan menindak secara tegas setiap kasus perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah. "Kami keras. Tak ada kompromi terhadap kasus perundungan," kata Nadiem.
Ia mengatakan pula, pihaknya melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap kasus perundungan hingga penganiayaan di lingkungan sekolah melalui Asesmen Nasional. Asesmen tersebut menjadi alat ukur dalam melihat kerentanan sekolah terhadap kekerasan, pelecehan seksual, hingga intoleransi, dan memberikan rekomendasi kepada sekolah supaya segera mengambil langkah pencegahan perundungan.