REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Pakar kepariwisataan yang juga dosen Manajemen Bisnis Pariwisata, Vokasi, Universitas Indonesia (UI) Dr. Diaz Pranita, M.M., mengatakan perlu langkah strategis untuk meningkatkan ketertarikan masyarakat global untuk wisata ke Indonesia.
Berdasarkan data VN Express International tahun 2023, pariwisata Indonesia berada di posisi kelima, setelah Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam, dengan jumlah wisatawan asing sebanyak 11,7 juta.
"Vietnam menjadi ancaman kepariwisataan Indonesia saat ini karena banyaknya destinasi baru yang viral, yang memang sudah disiapkan dengan serius oleh pemerintah dan para pihak terkait,” ujar Dr. Diaz Pranita di Kampus UI Depok, Sabtu (20/4/2024).
Tahun ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menargetkan pergerakan wisatawan nusantara sebesar 1,5 miliar dan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 14,3 juta orang.
Menurut Dr. Diaz, target ini dapat dicapai melalui pemanfaatan kekayaan alam dan budaya Indonesia sebagai daya tarik utama bagi wisatawan lokal dan mancanegara.
“Keberagaman budaya dan alam merupakan faktor penting untuk mendiferensiasi produk atau penawaran pariwisata, sehingga pengalaman berwisata di Indonesia tidak dapat ditemukan di tempat lain," katanya.
Ia mengatakan wilayah perairan, misalnya, dapat dijadikan magnet bagi wisatawan karena Indonesia memiliki banyak destinasi menarik, seperti segitiga terumbu karang (coral triangle), palung dan berbagai tempat rafting, serta pantai dengan gulungan ombak laut tertinggi di dunia yang ada di Mentawai, Nias, Rote, dan Bali.
Meski demikian, Dr. Diaz menilai potensi kepariwisataan Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Daya saing pariwisata Indonesia masih lemah terutama terkait aksesibilitas, infrastruktur, fasilitas wisatawan, pengelolaan atraksi wisata, penyediaan amenitas wisata, dan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Kapasitas airlines dan hotel di beberapa lokasi juga masih terbatas.
Transportasi publik belum terintegrasi, bahkan banyak destinasi yang belum terdata secara digital, sehingga sulit melakukan reservasi secara real time. Padahal, penyelenggaraan bisnis pariwisata secara profesional dapat mendukung sektor ekonomi negara.
Dengan menetapkan standar yang tinggi pada infrastruktur, fasilitas, serta layanan, wisatawan asing akan memperoleh pengalaman berkesan dan akan merekomendasikan destinasi wisata Indonesia kepada teman atau kerabatnya. Untuk itu, perlu upaya promosi destinasi wisata secara efektif dan efisien agar kepariwisataan Indonesia makin dikenal di kancah global.
“Dibutuhkan diidentifikasi dengan jelas siapa pasar Indonesia, apa produk yang disukai, dan bagaimana rencana strategis pemasarannya. Selain itu, diperlukan konsistensi, komitmen, dan kolaborasi antarpemangku kebijakan, sehingga produk wisata yang ditawarkan berkualitas dan kompetitif,” kata Dr. Diaz.
Selain identifikasi produk dan pasar, pelayanan juga menjadi aspek yang penting dalam promosi pariwisata. SDM Indonesia yang terkenal ramah menjadi nilai tambah dalam hal ini.
Namun, keramahan ini perlu diimbangi dengan keterampilan SDM, termasuk penguasaan bahasa. Bahasa Inggris seharusnya menjadi keterampilan dasar bagi para penyedia jasa pariwisata.
Selain itu, Dr. Diaz menyebut aspek keberlanjutan (sustainability) sebagai elemen dasar pengembangan pariwisata saat ini, termasuk keberlanjutan lingkungan dan ekonomi bagi masyarakat lokal.
“Pengembangan desa-desa wisata oleh pemerintah berhasil dilakukan di Desa Penglipuran, Bali, dan Desa Wae Rebo, Nusa Tenggara Timur. Ini menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata tidak hanya membutuhkan transformasi digital, tetapi juga transformasi hijau yang berkelanjutan,” ujarnya.