REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus perceraian di Pengadilan Negeri Agama Kota Bandung mengalami peningkatan pascalebaran 1445 Hijriyah. Penyebab kasus perceraian diajukan ke pengadilan mayoritas karena faktor ekonomi, disusul kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), adanya pihak ketiga hingga karena masalah judi online.
"Data perceraian dari mulai Lebaran sampai hari ini meningkat, tapi tidak signifikan. Kenaikan 5 sampai 10 persen," ucap Panitera Pengadilan Agama Bandung Dede Supriadi belum lama ini.
Ia menuturkan hal itu terjadi disebabkan pihaknya membatasi perkara saat selama bulan puasa Ramadan. Pengadilan Agama Bandung menerima perkara namun disidangkan setelah Lebaran. "Setelah lebaran rata-rata sehari 20 (perkara), sampai dari Januari hingga April (2024) 1.642," kata dia.
Tahun 2022, ia menyebutkan perkara perceraian yang diajukan masyarakat mencapai 7.500 perkara dan pada tahun 2023 sebanyak 7.764 perkara. Penyebab kasus perceraian diajukan karena terjadi perselisihan, dan pertengkaran rumah tangga.
"Penyebabnya karena ekonomi, gangguan pihak ketiga, sering terjadi kekerasan fisik maupun non fisik muaranya rumah tangga cekcok. Judi online ada tapi sedikit tapi alasan diajukan karena perselisihan," ungkap dia.
Ia menyebut perselisihan tersebut sudah tidak bisa dirukunkan bahkan mereka yang mengajukan gugatan sudah pisah lebih kurang enam bulan. Dedi menyebut terjadi kenaikan tiap tahun meski tidak terlalu signifikan.
"Kenaikan 200-300 kasus," kata dia.
Sebelum perkara disidangkan, pihaknya berupaya menempuh mediasi dengan mediator dari Pengadilan Agama. Ia menyebut rata-rata pihak yang mengajukan perceraian dari perempuan atau cerai gugat.