Selasa 23 Apr 2024 13:12 WIB

Bupati Sidoarjo Gugat KPK di PN Jaksel Terkait Status Tersangka

Gus Muhdlor keberatan dengan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali memenuhi panggilan KPK dalam perkara dugaan korupsi pada Jumat (16/2/2024).
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali memenuhi panggilan KPK dalam perkara dugaan korupsi pada Jumat (16/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Gus Muhdlor keberatan dengan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif pegawai BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, Gus Muhdlor mendaftarkan permohonan Praperadilan pada 22 April 2024. Permohonan itu sudah terdaftar dengan nomor perkara: 49/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL. Tergugat ialah KPK cq pimpinan KPK.

Baca: MK Tolak Dalil Anies-Muhaimin Soal Akun X Kemenhan

"Klasifikasi perkara: sah atau tidaknya penetapan tersangka," tulis laman SIPP PN Jaksel yang dikutip di Jakarta pada Selasa (23/4/2024).

Walau demikian, laman resmi SIPP PN Jaksel belum menunjukkan petitum lengkap permohonan Praperadilan Gus Muhdlor. Tercatat, sidang perdana praperadilan dijadwalkan pada 6 Mei 2024.

Gus Muhdlor tercatat tak hadir dalam pemeriksaan sebagai tersangka pada Jumat (19/4/2024). Gus Muhdlor beralasan tengah sakit hingga tak bisa memenuhi panggilan KPK.

Baca: Koops Habema TNI Tembak Dua OPM di Nduga, tapi Bisa Kabur

Gus Muhdlor menjadi tersangka ketiga yang dijerat KPK dalam kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif. Gus Muhdlor juga telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.

Dalam kasus pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Sidoarjo ini, awalnya baru ada dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Keduanya ialah Siska Wati (Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD, Sidoarjo), dan Ari Suyono (Kepala BPPD, Sidoarjo).

Dalam konstruksi perkaranya, pada 2023, BPPD Kabupaten Sidoarjo memperoleh pendapatan pajak daerah sebesar Rp 1,3 triliun. Atas capaian tersebut, pegawai BPPD seharusnya berhak memperoleh insentif.

Baca: TNI Ganti Nama KST dan KKB Menjadi Organisasi Papua Merdeka

Tetapi, insentif yang seharusnya mereka terima, secara sepihak dipotong dipotong kepala BPPD Sidoarjo. Uang yang dikumpulkan itu disetorkan untuk sang bupati.

Tercatat, total uang yang dipotong Siska mencapai Rp 2,7 miliar untuk periode 2023. Sedangkan laporan pemotongan yang diterima KPK sudah terjadi sejak 2021. KPK menemukan uang Rp 69,9 juta dari total Rp 2,7 miliar yang dikumpulkan dalam OTT tersebut.

Dari penelusuran KPK, Ari Suryono menyuruh Siska Wati mengalkulasi nominal dana insentif yang diterima para pegawai BPPD. Nantinya dana itu dipotong diduga diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor. Besaran potongan 10 sampai 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.

KPK menduga Ari Suryono aktif mengatur pemberian potongan dana insentif kepada Muhdlor Ali. Pemberian itu diduga dilakukan lewat orang-orang kepercayaan Muhdlor Ali.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement