REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden AS Joe Biden menandatangani paket bantuan luar negeri yang mencakup undang-undang (UU) larangan operasional TikTok di AS. Perusahaan induk ByteDance yang berbasis di China, diberi waktu mendivestasi aplikasi tersebut dalam waktu satu tahun.
RUU divestasi atau pelarangan sekarang menjadi undang-undang. Sehingga memberi waktu bagi ByteDance untuk mengambil tindakan.
Perusahaan memiliki waktu sembilan bulan pertama untuk menyelesaikan kesepakatan, meskipun presiden dapat memperpanjang tiga bulan berikutnya jika dia melihat kemajuan. Meskipun baru-baru ini undang-undang tersebut sepertinya akan terhenti di Sena.
Hal itu setelah disahkan sebagai RUU yang berdiri sendiri di legislatif AS, namun manuver politik membantu mengantarkannya ke meja Biden. Legislatif AS mengemas RUU TikTok, meningkatkan batas waktu divestasi dari enam bulan yang diizinkan dalam versi sebelumnya.
"Ini dengan bantuan asing kepada sekutu AS, yang secara efektif memaksa Senat untuk mempertimbangkan langkah-langkah tersebut bersama-sama. Periode divestasi yang lebih lama tampaknya juga membuat beberapa anggota parlemen yang sebelumnya ragu-ragu menjadi ikut serta," demikian dikutip dari The Verge, Kamis (25/4/2024).
Juru bicara TikTok Alex Haurek mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perusahaan berencana untuk menggugat undang-undang tersebut di pengadilan. Pada akhirnya mereka ingin memperpanjang jangka waktu jika pengadilan menunda penegakan hukum sambil menunggu resolusi.
Masih ada pertanyaan tentang bagaimana China akan merespons dan apakah mereka membiarkan ByteDance menjual TikTok? Hal yang paling penting, adalah tentang algoritma yang digemari dan membuat pengguna kembali menggunakan aplikasi tersebut.
“Sementara kami terus menentang larangan yang tidak konstitusional ini, kami akan terus berinvestasi dan berinovasi untuk memastikan TikTok tetap menjadi ruang di mana orang Amerika dari semua lapisan masyarakat dapat dengan aman datang untuk berbagi pengalaman, menemukan kegembiraan, dan terinspirasi,” kata Haurek.
CEO TikTok Shou Chew menyebut 'jangan salah, ini adalah larangan'. Dalam sebuah video yang diposting di TikTok pada hari Rabu, ia menolak pernyataan beberapa anggota parlemen bahwa mereka hanya ingin melihat platform tersebut terputus dari kepemilikan China. “Larangan TikTok dan larangan terhadap Anda dan suara Anda," kata Chew.