REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Belarus Alexander Lukashenko, Kamis (25/4/2024), mengatakan bahwa situasi saat ini di Ukraina memberikan peluang untuk mencapai kesepakatan damai, tetapi jika Kiev tidak melakukan perundingan maka negara tersebut akan kehilangan status kenegaraannya.
Berbicara di Kongres All-Belarusian di Minsk, Lukashenko mengatakan saat ini situasinya menguntungkan. Karena baik Rusia maupun Ukraina tidak dapat unggul di medan perang, dan kondisi seperti itu adalah yang terbaik untuk memulai dialog.
Rusia melancarkan "operasi militer khusus" di Ukraina pada Februari 2022. Sejak saat itu, negara-negara Barat mendukung Kiev secara ekonomi, militer, dan kemanusiaan. "Ukraina membutuhkan perdamaian saat ini, keluarnya warga Ukraina yang kurang lebih sehat dan waras dari negaranya agar tidak maju ke depan adalah buktinya," katanya.
Lukashenko menyoroti kesulitan dalam bantuan militer Barat ke Ukraina, dan menekankan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy harus berangkat dari kenyataan dan memahami bahwa negaranya membutuhkan perdamaian. "Jika kita tidak bernegosiasi sekarang, Ukraina akan kehilangan status kenegaraannya seiring waktu dan mungkin tidak ada lagi. Ukraina membutuhkan perdamaian saat ini. Kita harus bergerak menuju perdamaian," tegasnya.
Kesepakatan Istanbul pada tahun 2022 dapat menjadi titik awal perundingan, namun hal itu tidak berarti bahwa perjanjian tersebut akan dijadikan sebagai dasar, "Tetapi perjanjian ini adalah sesuatu yang dapat dimulai oleh kedua belah pihak dan kemudian dilanjutkan," ujarnya.
Pada saat yang sama, apa yang disebut "formula perdamaian" Zelenskyy "tampaknya patriotik, tetapi tidak realistis", kata Lukashenko. Dia juga menambahkan bahwa Rusia tidak akan pernah menyetujui ultimatum untuk membayar perbaikan, kembali ke perbatasan tahun 1991, dan mengadili militer kepemimpinannya.
Rusia dan Ukraina mengadakan serangkaian pembicaraan damai pada Maret 2022 di Turki dan bahkan menyepakati rancangan perjanjian perdamaian di masa depan. Namun, Kiev kemudian mengubah posisinya dan menarik diri dari perundingan.
Pada Oktober 2022, Zelenskyy menandatangani dekrit yang melarang pembicaraan damai apa pun dengan Rusia selama Vladimir Putin menjabat sebagai presiden.