REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu saat ini berada dalam keadaan ketakutan yang luar biasa. Apalagi jika Mahkamah Pidana Internasional atau ICC, benar-benar mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap dirinya.
Karenanya Netanyahu telah melakukan berbagai usaha diplomatik dan meminta bantuan kepada Presiden Amerika Serikat, Joe Biden. Melalui rekan sekutunya, Netanyahu berharap, kali ini pun dia bisa terhindar dari penangkapan tersebut.
“MUI mendesak ICC agar berani dan tidak mengenal istilah takut untuk menegakkan keadilan karena kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Benyamin Netanyahu ini sudah benar-benar luar biasa biadabnya,” tutur Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Jumat (3/5/2024).
Sejak serangan pada Oktober 2023 lalu jumlah korban meninggal di Palestina mencapai 34 ribu jiwa dengan kirban luka mencapai 76.465 orang. Banyak korban meninggal dan luka adalah perempuan dan anak-anak.
“Ini jelas-jelas merupakan tindakan genosida yang ditujukan oleh benyamin netanyahu untuk menghancurkan seluruh atau sebagian dari rakyat palestina,” tegas Buya.
Oleh karena itu, jika ICC tidak berani mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel tersebut karena takut dengan ancaman dari negara-negara Amerika dan Eropa, maka berarti hukum serta nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan sudah tergadai dan tidak lagi dihormati oleh Mahkamah Pidana Internasional tersebut.
“Untuk itu mari kita tunggu apakah ICC masih punya nyali atau tidak. Jika tidak maka ICC tidak lagi berhak untuk dipercaya sebagai Mahkamah Pidana internasional dan kita meminta kepada masyarakat dunia supaya mahkamah tersebut dibubarkan saja,” ujar Buya Anwar.
Israel semakin resah atas kemungkinan dikeluarkannya surat perintah penangkapan oleh ICC terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan Angkatan Bersenjata Israel, lapor Axios yang mengutip dua pejabat Israel dan Amerika Serikat.
Pada Selasa (30/4/2024), juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat John Kirby menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat tidak mendukung penyelidikan ICC yang sedang berlangsung.
Namun, katanya, pemerintahan Presiden Amerika Serikat S Joe Biden juga “pastinya tidak akan mendukung hakim di ICC atau di mana pun menyangkut masalah tersebut diintimidasi atau diancam."
ICC telah memimpin penyelidikan sejak 2021 terhadap potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel dan kelompok-kelompok Palestina mulai 2014. Penyelidikan tersebut telah berkembang hingga mencakup serangan yang sedang berlangsung dalam perang di Gaza.