Jumat 03 May 2024 22:15 WIB

Kian Mengkhawatirkan, Harga Roti dan Biskuit Bisa Meroket Dampak dari Perubahan Iklim

Perubahan iklim berdampak pada hasil panen di musim gugur dan dingin yang basah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Roti (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com.
Roti (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga roti dan biskuit dapat meningkat tahun ini karena dampak musim gugur dan musim dingin yang basah terhadap panen di Inggris. Penelitian menunjukkan bahwa produksi gandum, oat, barley, dan biji minyak dapat turun empat juta ton (17,5 persen) dibandingkan dengan tahun 2023.

Cuaca basah mengakibatkan tingkat penanaman yang lebih rendah, sementara banjir dan badai selama musim dingin menyebabkan lebih banyak kerugian bagi para petani. Prediksi ini muncul ketika laju kenaikan harga berbagai bahan pangan mulai melambat seiring dengan turunnya inflasi.

Baca Juga

Unit Intelijen Energi dan Iklim (ECIU) menganalisis prakiraan dari Dewan Pengembangan Pertanian dan Hortikultura (AHBD) dan data hasil panen pemerintah.

“ECIU menemukan risiko nyata bahwa harga roti dan biscuit akan menjadi lebih mahal jika panen yang buruk meningkatkan biaya bagi produsen,” kata analis utama ECIU, Tom Lancaster, seperti dilansir Sky News, Kamis (2/5/2024).

Selain itu, kentang juga mungkin akan mengalami kenaikan harga dalam beberapa bulan mendatang. Para petani telah memperingatkan akan adanya kekurangan pasokan di musim gugur akibat cuaca basah yang terus-menerus.

“Penanaman tanaman kentang tahun ini telah tertunda di sebagian besar wilayah Eropa utara. Hal ini berdampak besar bagi kami," kata petani Lincolnshire, Colin Chappell.

"Kami melewati musim dingin dengan hampir tidak ada pengeboran yang layak, dan meskipun sekarang sudah cukup kering untuk menanam beberapa ladang, beberapa di antaranya sangat buruk sehingga saya tidak yakin akan bisa dibor tahun ini. Situasinya sangat tidak menentu,” tambah dia.

Serikat Petani Nasional (NFU) baru-baru ini mengatakan bahwa cuaca ekstrem adalah salah satu bahaya terbesar bagi ketahanan pangan Inggris. Musim dingin yang lebih hangat dan lebih basah diperkirakan akan menjadi lebih umum seiring dengan menghangatnya iklim.

Total penurunan produksi bahkan bisa mencapai lebih dari lima juta ton (21,2 persen) jika dibandingkan dengan rata-rata panen 2015-2023. Produksi gandum bisa sangat terpukul, menurut penelitian ini, dengan perkiraan penurunan 26,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Hal ini dikarenakan gandum giling yang digunakan untuk roti memiliki persyaratan kualitas yang lebih tinggi, sehingga akan lebih sulit dicapai oleh para petani dengan cuaca basah.

Pemilik Kingsmill dan Ryvita, Associated British Foods, pekan lalu memperingatkan potensi kenaikan harga jika biaya biji-bijian di Inggris tidak diimbangi dengan panen yang lebih besar di luar negeri.

Tom Lancaster dari ECIU mengatakan bahwa skema pertanian hijau dari pemerintah sangat penting untuk membantu para petani berinvestasi di lahan mereka, agar mereka dapat pulih lebih cepat dari banjir dan kekeringan.

"Bergerak lebih cepat menuju nol emisi adalah satu-satunya cara yang terjamin untuk membatasi dampak-dampak ini dan menjaga ketahanan pangan kita," tambah Lancaster.

William Kendall, petani di balik cokelat Green & Blacks, mengatakan bahwa metode pertanian regeneratif juga penting karena metode ini dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air, sehingga mencegah kejenuhan.

"Hal ini tidak hanya berarti hasil panen yang lebih baik, yang diproduksi dengan biaya yang lebih rendah bagi petani. Tetapi juga memastikan bahwa kemungkinan terjadinya banjir bandang di bagian hilir yang telah kita saksikan pada musim dingin ini akan sangat berkurang,” ujar Kendall.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement