REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi D DPRD DKI Hardiyanto Kenneth optimistis Jakarta akan bebas kemacetan dan polusi udara setelah ibu kota negara berpindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
"Jakarta diharapkan lebih lengang penduduk dan kendaraan pribadi sehingga masalah utama kota, yakni kemacetan bisa terurai," kata Kenneth kepada wartawan di Jakarta, Kamis (9/5/2024).
Kenneth menuturkan harapan bebas kemacetan tentunya harus diimbangi dengan meningkatkan fasilitas pedestrian dan transportasi publik. Selain itu, dengan adanya pengelolaan manajemen transportasi, harapannya kualitas udara yang buruk akibat asap kendaraan bisa berkurang.
Selanjutnya pabrik-pabrik yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) perlu diberikan edukasi untuk mengalihkan sumber energi ataupun pembuangan limbah yang lebih ramah lingkungan.
Karena itu, dia berharap adanya sinergi antara Pemerintah Provinsi dan DPRD dalam mengelola anggaran. Begitu juga dengan perencanaan infrastruktur perlu benar-benar menyentuh hingga titik krusial masalah di masyarakat.
"Sinergi yang utuh antarkedua lembaga bisa mendorong Jakarta mungkin menggantikan Hongkong sebagai pusat ekonomi di Asia atau New York yang diklaim sebagai pusat ekonomi dan bisnis dunia," ujarnya.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membentuk tim kecil untuk membahas tata ruang setelah tidak lagi menjadi IKN demi memastikan Jakarta menjadi kota global.
Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan DKI Jakarta Heru Hermawanto saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya menjadi tim pendukung yang menyiapkan data tata ruang sebelum dan setelah perpindahan IKN di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Hingga kini kami menyiapkan data-data yang dibutuhkan banyak dari tata ruang yang meliputi pendataan pasca-perpindahan atau prapemindahan IKN," kata Heru.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia menetap di daerah perkotaan. Angka tersebut diprediksi semakin meningkat hingga 2035 menjadi 66,6 persen, yang artinya penduduk rural atau pedesaan hanya tersisa 33,4 persen.