Senin 13 May 2024 07:00 WIB

Kemenhub Pastikan Kasus Kecelakaan Bus di Ciater Dibawa ke Jalur Hukum 

PO bus yang tidak berizin tetapi mengoperasikan kendaraannya bakal dikenakan pidana.

Rep: Eva Rianti / Red: Gita Amanda
Bus Trans Putera Fajar yang merupakan bus pembawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok tidak memiliki izin angkutan, dan status lulus uji berkala (BLU-e) berlaku hingga 6 Desember 2023.
Foto: AP Photo/Ryan Suherlan
Bus Trans Putera Fajar yang merupakan bus pembawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok tidak memiliki izin angkutan, dan status lulus uji berkala (BLU-e) berlaku hingga 6 Desember 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI memastikan perusahaan otobus (PO) yang mengoperasikan bus tanpa adanya izin atas uji KIR akan dibawa ke jalur hukum. Hal itu menanggapi kecelakaan bus rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok yang terjadi di Jalan Raya Ciater, Subang, Jawa Barat. 

Menurut catatan Kemenhub RI, Bus Trans Putera Fajar yang merupakan bus pembawa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok tidak memiliki izin angkutan, dan status lulus uji berkala (BLU-e) berlaku hingga 6 Desember 2023. Artinya, kendaraan tersebut tidak dilakukan uji berkala perpanjangan setiap enam bulan sekali. Padahal setiap PO diwajibkan melakukan uji berkala armada busnya. 

Baca Juga

"Kami meminta agar setiap PO bus dapat secara rutin melakukan uji berkala pada kendaraannya sesuai dengan yang tercantum pada Permenhub Nomor PM 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, telah dinyatakan bahwa uji berkala (KIR) wajib dilakukan oleh pemilik. Bagi kendaraan yang telah beroperasi tentunya secara berkala yakni setiap 6 bulan wajib dilakukan uji berkala perpanjangan," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Hendro Sugiatno dalam keterangannya, Ahad (12/5/2024) lalu.  

Hendro menyampaikan, bagi PO bus yang tidak berizin tetapi mengoperasikan kendaraannya bakal dikenakan pidana. Tanpa terkecuali kasus kecelakaan rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok yang menyebabkan 11 orang meninggal dunia itu. Pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti proses hukumnya. 

Lantas, Hendro menjelaskan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 310, disebutkan bahwa setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dunia dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 juta. 

"Ke depan harapannya para pengguna jasa dapat lebih selektif dalam memilih kendaraan bus yang akan digunakan. Jangan tergiur dengan harga yang murah. Harus dapat dipastikan mengenai surat izin opersional kendaraan, status uji KIR kendaraan, kondisi pengemudi, serta penyediaan tempat istirahat yang layak bagi para pengemudi," tutupnya.

Diberitakan sebelumnya, sebuah bus pariwisata yang ditumpangi rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok mengalami kecelakaan diduga akibat rem blong, di kawasan Ciater, Subang, Jawa Barat, pada Sabtu (11/5/2024) petang.

Data terkini sementara korban meninggal dunia dalam kecelakaan bus terguling di Jalan Raya Kampung Palasari, Desa Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang tersebut berjumlah 11 orang dan empat orang mengalami luka berat harus dirawat di rumah sakit di daerah Subang. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement