REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian Presiden Iran Ebrahim Raisi mengubah rencana Raisi menjadi penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei ketika ulama berusia 85 tahun itu meninggal dunia. Kepergian Raisi juga akan memicu persaingan siapa yang akan menduduki jabatan tertinggi di Iran itu.
Raisi yang merupakan anak didik Khamenei menduduki jabatan politik tertinggi lewat jalur teokrasi. Ia kandidat utama penerus Khamenei meski belum dipastikan dalam politik Iran.
Naiknya Raisi ke kursi presiden bagian dari konsolidasi kekuasaan antara kelompok garis keras Iran yang ingin menegakan pilar-pilar Republik Islam dalam menghadapi risiko yang ditimbulkan pembangkang di dalam negeri dan musuh-musuh di kawasan yang bergejolak.
Ia menikmati dukungan Khamenei yang juga merupakan presiden sebelum menjabat sebagai Pemimpin Tertinggi Iran pada 1989. Usai kematian pendiri Republik Islam Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Pemimpin Tertinggi memiliki kekuasaan terbesar di Iran. Bertindak sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata dan memutuskan kebijakan luar negeri yang sebagian besar fokus dalam menghadapi Amerika Serikat (AS) dan Israel.
Walaupun Khamenei tidak mendukung siapa pun untuk menjadi penerusnya. Pengamat Iran mengatakan Raisi salah satu dari dua nama yang paling sering disebut. Nama kedua adalah putra Khamenei, Mojtaba yang diyakini memiliki pengaruh di balik layar.
Selanjutnya...