REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Australia meminta Israel untuk menghentikan operasinya di Rafah. Seruan ini menanggapi pengeboman terbaru yang dilancarkan Tel Aviv dan menewaskan 45 korban pada Minggu (26/5).
“Serangan Israel mempunyai konsekuensi yang mengerikan dan tidak dapat diterima,” kata Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong.
Wong mengatakan peristiwa itu menegaskan pentingnya dilakukan gencatan senjata kemanusiaan segera agar warga sipil dapat terlindungi.
Sedikitnya 45 korban tewas, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan hampir 250 orang lainnya terluka dalam serangan Israel di kamp pengungsi Palestina di Rafah, pada Minggu.
"Serangan itu terjadi di dekat pangkalan logistik badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) di Tal al-Sultan," kata kantor media pemerintah yang berbasis di Gaza.
Australia juga menyerukan Hamas untuk membebaskan semua warga Israel yang disandera. Wong mengatakan kelompok perlawanan Palestina itu harus “berhenti menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng manusia.
Dia juga mendesak Hamas untuk dapat meletakkan senjata mereka. Namun, Wong tidak menyebutkan atau merujuk pada insiden apa pun di mana Hamas menggunakan tameng manusia.
Israel telah membunuh lebih dari 36.000 warga Palestina di Jalur Gaza, sejak serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.
Serangan militer Israel telah mengubah sebagian besar wilayah kantong berpenduduk 2,3 juta orang itu menjadi reruntuhan, menyebabkan sebagian besar warga sipil kehilangan tempat tinggal dan berisiko kelaparan.
Serangan terbaru ini terjadi meskipun ada keputusan Mahkamah Internasional yang memerintahkan Israel untuk menghentikan serangannya di Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang Israel-Hamas.