REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) turut menanggapi langkah Komisi Yudisial (KY) untuk mendalami putusan lembaganya terkait perubahan minimal batas usia calon kepala daerah. MA mempersilahkan KY untuk memeriksa hakim.
Walaupun demikian, ia mengatakan bahwa tidak akan mengomentari lebih lanjut terkait langkah KY tersebut. "Kan ini KY ya, silakan tanya ke KY saja ya. Jadi, kami tidak ada komentar untuk itu," ujarnya.
Sementara itu, ia menyebut secara prinsip hakim mempunyai otoritas, tetapi dia tidak menjelaskan secara rinci. "Karena prinsipnya hakim itu punya otoritas, (tetapi, red.) kalau yang itu saya tidak ada komentar," jelasnya.
Sebelumnya, Anggota KY Joko Sasmito mengatakan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Tim Pengawasan Perilaku Hakim (Waskim) dan Investigasi untuk mendalami putusan MA tentang perubahan minimal batas usia calon kepala daerah.
Ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (31/5), Joko Sasmito menuturkan bahwa hasil dari pendalaman itu akan menjadi dasar bagi pihaknya untuk melakukan pertimbangan hukum terhadap majelis hakim MA yang memutus perkara tersebut.
Lebih lanjut, anggota sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengemukakan bahwa lembaganya tetap menaruh perhatian atas putusan tersebut meskipun tidak berwenang untuk mengintervensi.
"KY menaruh concern atas putusan ini karena putusan ini juga menentukan pilkada yang jujur dan adil, yaitu soal uji materi terhadap peraturan KPU yang memang menjadi kewenangan Mahkamah Agung," kata dia.
Mukti menilai hakim seharusnya perlu menjaga rasa keadilan masyarakat sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap putusan tersebut, sekaligus untuk pelaksanaan demokrasi yang lebih baik.
Ia kemudian mempersilakan publik untuk melapor apabila menemukan dugaan pelanggaran kode etik hakim dengan menyertakan bukti pendukung agar KY bisa menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Namun, KY hanya fokus pada aspek dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)," ucapnya menegaskan.
MA dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024 mengabulkan permohonan Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) terkait dengan minimal batasan usia calon kepala daerah.
MA menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016.
Oleh sebab itu, MA menyatakan bahwa pasal dalam PKPU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai "... berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati dan wakil bupati atau calon wali kota dan wakil wali kota terhitung sejak pasangan calon terpilih".
Pada akhir putusannya, MA juga memerintahkan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020.