Kamis 06 Jun 2024 09:28 WIB

Bahaya Stres Bagi Otak Manusia, Jangan Anggap Remeh

Penelitian terbaru mengungkap betapa berbahayanya stres bagi otak manusia.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Stres (ilustrasi). Sebuah studi mengungkap mengungkap betapa berbahayanya stres bagi otak manusia.
Foto: Mgrol101
Stres (ilustrasi). Sebuah studi mengungkap mengungkap betapa berbahayanya stres bagi otak manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan rahasia lagi stres dapat memberikan efek negatif pada tubuh manusia. Namun, sebuah studi dari peneliti Karolinska Institutet mengungkap betapa berbahayanya stres bagi otak manusia.

Dipublikasikan di The Journal of the Alzheimer's Association, studi ini menemukan bahwa stres dapat mengikis cadangan kognitif otak dan memicu risiko yang lebih tinggi akan demensia. Cadangan kognitif bertindak sebagai penyangga mental yang berpotensi melindungi otak dari gejala demensia.

Baca Juga

“Melakukan aktivitas seperti kuliah dan kerja sebetulnya bisa membangun cadangan kognitif. Namun jika Anda merasakan stres yang parah atau terus-menerus, maka dapat merusak manfaat ini,” kata penulis utama studi, Manasa Shantha Yerramalla, seperti dilansir Study Finds, Kamis (6/6/2024).

Sebagai solusi, Yerramalla menekankan pentingnya manajemen stres yang disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan masing-masing. Strategi manajemen stres juga dapat menjadi tambahan intervensi gaya hidup guna mencegah Alzheimer.

Studi ini dilakukan dengan mengamati laporan dari pasien demensia sejak akhir tahun 1980-an. Ditemukan bahwa beberapa orang yang tidak menunjukkan gejala demensia yang jelas selama masa hidupnya, mengalami perubahan otak yang konsisten dengan penyakit Alzheimer tingkat lanjut. 

Hal ini memunculkan pertanyaan baru terkait demensia: Jika otak mereka menunjukkan tanda-tanda penyakit ini, mengapa mereka tidak mengalami gejala? Penyelidikan ini mengarah pada konsep “cadangan kognitif” – sebuah gagasan bahwa pengalaman hidup dan perilaku tertentu dapat membangun ketahanan mental yang melindungi terhadap penurunan kognitif.

Para peneliti di Karolinska Institutet kemudian menggali hal itu lebih dalam. Mereka mengumpulkan 113 partisipan dari klinik memori di Karolinska University Hospital di Swedia, untuk meneliti bagaimana cadangan kognitif berhubungan dengan kognisi dan biomarker penyakit Alzheimer. Namun, mereka menambahkan sentuhan unik pada studinya dengan melihat bagaimana stres dapat memengaruhi hubungan itu.

Tim Yerramalla mengukur dua jenis stres yakni stres fisiologis (menggunakan kadar kortisol dalam air liur) dan stres psikologis (bagaimana perasaan partisipan yang mengalami stres). Kortisol sering disebut “hormon stres” karena kadarnya meningkat ketika seseorang berada di bawah tekanan. “Anggap saja kortisol sebagai sistem alarm bawaan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun cadangan kognitif yang lebih besar memang meningkatkan kognisi, kadar kortisol yang lebih tinggi tampaknya melemahkan hubungan yang menguntungkan ini. Seolah-olah stres secara perlahan mengikis lapisan pelindung benteng mental mereka,” kata peneliti.

Penemuan ini membuka jalan baru yang menarik untuk pencegahan Alzheimer. Para peneliti mengatakan upaya intervensi dalam mengurangi stres seperti latihan meditasi, yang bisa menurunkan kadar kortisol, dapat diterapkan untuk mencegah demensia atau Alzheimer. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement