Sabtu 08 Jun 2024 04:01 WIB

Kemungkinan Dapat Rejeki Nomplok Rp 13 Triliun, Ternyata Begini Kinerja Bank Mega Syariah

Sepanjang kuartal I 2024, BMS sudah menunjukkan likuiditas yang kuat

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kantor cabang Bank Mega Syariah di Bandung.
Foto: Dok Republika
Kantor cabang Bank Mega Syariah di Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah membuat keputusan untuk mengalihkan dananya dan juga menginstruksikan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) untuk ikut memindahkan dananya dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Dalam surat edarannya, dituliskan untuk segera melakukan rasionalisasi dana simpanan serta pembiayaan di BSI untuk dialihkan ke Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah (BMS), Bank Muamalat dan Bank-bank Syariah Daerah dan bank-bank lain yang selama ini bekerja sama baik dengan Muhammadiyah.

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan berdasarkan fakta yang ada menunjukkan bahwa penempatan dana muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI. Sehingga secara bisnis dapat menimbulkan resiko konsentrasi (concentration risk), sementara di bank-bank syariah lain masih sedikit sehingga bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI baik dalam hal yang berhubungan dengan penempatan dana maupun pembiayaan.

"Bila hal ini terus berlangsung maka tentu persaingan diantara perbankan syariah yang ada tidak akan sehat dan itu tentu jelas tidak kita inginkan," ujar Anwar dalam keterangan, Kamis (6/6/2024) kemarin.

Salah satu bank syariah yang 'kecipratan' dana triliun PP Muhammadiyah yang dipindahkan dari BSI adalah BMS. Sepanjang kuartal I 2024, BMS sudah menunjukkan likuiditas yang kuat. Hingga April 2024, total kelolaan dana pihak ketiga (DPK) Bank Mega Syariah tumbuh 4,92 persen menjadi lebih dari Rp 10 triliun dibandingkan posisi akhir Desember 2023. Sejalan dengan pertumbuhan DPK, total dana murah atau current account / saving account (CASA) juga meningkat 5,51 persen menjadi Rp 3,40 triliun.