Senin 10 Jun 2024 10:03 WIB

Begini Keterkaitan Harun Masiku dan Hasto yang Terekam dalam Dakwaan Suap Komisioner KPU

KPK kembali gencar memeriksa orang-orang yang diduga tahu persembunyian Harun Masiku.

Rep: Tim Republika/ Red: Mas Alamil Huda
Pegiat antikorupsi mengenakan topeng Harun Masiku dalam unjuk rasa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).
Foto: Antara/Fianda Sjofjan Rassat
Pegiat antikorupsi mengenakan topeng Harun Masiku dalam unjuk rasa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perburuan terhadap bekas kader PDIP Harun Masiku kembali menyeruak di ruang publik. KPK dalam beberapa waktu terakhir kembali gencar memeriksa orang-orang yang diduga pernah mengetahui keberadaan tersangka kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan tersebut. Untuk melanjutkan perburuan itu, hari ini (Senin, 10/6/2024) KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Lantas, apa hubungan Harun Masiku dengan Hasto? Relasi keduanya terkuak dalam dakwaan perkara suap yang menjerat Wahyu dan mantan orang kepercayaan Hasto, Saeful Bahri. Komisioner KPU RI periode 2017-2022, Wahyu Setiawan didakwa menerima suap Rp 600 juta dari kader PDIP Harun Masiku agar mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI.

Baca Juga

"Terdakwa I, Wahyu Setiawan bersama-sama dengan terdakwa II, Agustiani Tio Fridelina menerima uang secara bertahap sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya setara Rp 600 juta dari Saeful Bahari bersama-sama dengan Harun Masiku," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (28/5/2020).

Pengadilan berlangsung tanpa dihadiri kedua terdakwa. Hanya ada majelis hakim yang dipimpin Tuty Haryati, JPU KPK dan penasihat hukum, sedangkan terdakwa Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina mengikuti persidangan melalui video conference dari Gedung KPK.

"Uang tersebut diberikan agar terdakwa I, Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) PDI Perjuangan (PDIP) dari Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) 1 kepada Harun Masiku," ujar Takdir.

Awalnya, DPP PDIP memberitahukan kepada KPU pada 11 April 2019 bahwa calon anggota legislatif PDIP Dapil Sumsel I atas nama Nazarudin Kiemas meninggal dunia, namun nama yang bersangkutan masih tetap tercantum dalam surat suara pemilu. Pada 21 Mei 2019, KPU melakukan rekapitulasi perolehan suara PDIP Dapil Sumsel 1 dengan perolehan suara terbanyak oleh Riezky Aprilia sebanyak 44.402 suara. Di dapil yang sama, Harun Masiku mendapat suara 5.878.

Namun, pada Juli 2019, rapat pleno PDIP memutuskan Harun Masiku sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas dengan alasan meski namanya sudah dicoret, tapi Nazarudin masih mendapat suara sejumlah 34.276. "Atas keputusan rapat pleno DPP PDIP tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah selaku penasihat hukum PDIP untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI," kata jaksa Takdir.

Namun KPU menyatakan tidak dapat mengakomodasi permohonan DPP PDIP, karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Setelah KPU tidak mengabulkan permohonan PDIP tersebut, maka pada September 2019, kader PDIP lain yaitu Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio selaku kader PDIP yang pernah menjadi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sehingga mengenal Wahyu Setiawan.

"Pada intinya Saeful Bahri meminta tolong terdakwa II untuk menyampaikan kepada terdakwa I selaku anggota KPU RI yang memiliki kewenangan antara lain menerbitkan keputusan KPU terkait hasil pemilu, agar dapat mengupayakan persetujuan KPU terkait penggantian caleg DPR RI di Dapil Sumsel I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku," ungkap jaksa Takdir.

Lalu Agustiani Tio pun menyampaikan hal tersebut kepada Wahyu termasuk meneruskan pesan WhatsApp 24 September 2019 dari Saeful berisi surat DPP PDIP Nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019 kepada KPU RI soal permohonan pelaksanaan putusan MA. Setelah menerima pesan tersebut, Wahyu membalas dengan isi pesan "siap mainkan".

Meski demikian, pada 1 Oktober 2019 dilakukan pelantikan terhadap seluruh calon anggota DPR terpilih termasuk Riezky Aprilia. Pada 5 Desember 2019, Saeful meminta Agustiani menanyakan kepada Wahyu mengenai besaran uang operasional agar KPU dapat menyetujui permintaan Harun Masiku.

"Pada awalnya Saeful Bahri menawarkan janji Rp750 juta dengan kalimat kurang lebih 'Tanyain berapa biaya operasionalnya, kalau bisa 750'. Atas permintaan tersebut, terdakwa II menyampaikan kepada Wahyu Setiawan melalui pesan iMessage: 'Mas, ops-nya 750 cukup mas?' dan dibalas oleh Wahyu Setiawan dengan pesan iMessage: '1000', yang maksudnya uang sebesar Rp1 miliar. Terdakwa II lalu menyampaikan permintaan Wahyu tersebut kepada Saeful Bahri yang menyanggupi permintaan terdakwa I itu," ungkap jaksa Takdir.

Pada hari yang sama Agustiani mengirimkan surat DPP PDIP soal permohonan pelaksanaan fatwa MA kepada Wahyu dengan pesan "Bisa jd dasar utk menghitung kembali perolehan suara Sumsel 1 utk PDI Perjuangan? Atau KPU langsung memutuskan dgn dasar surat DPP saja?" atas pesan tersebut Wahyu membalas: "kita akan upayakan yang optimal".

Pemberian DP suap untuk Wahyu Setiawan. Baca di halaman selanjutnya.

photo
Harun Masiku hingga kini masih buron. - (Republika)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement