Jumat 14 Jun 2024 04:30 WIB

Fenomena Pelajar Olok-olok Palestina dan Perlunya Guru Berbenah Diri 

Guru harus terus mengevaluasi implementasi pendidikan nilai.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Empat remaja putri makan di restoran cepat saji dengan mengolok-olok penderitaan rakyat Palestina.
Foto: tangkapan layar
Empat remaja putri makan di restoran cepat saji dengan mengolok-olok penderitaan rakyat Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Belum lama ini media sosial (medsos) diramaikan dengan video anak-anak pelajar SMP yang mengolok-olok anak-anak Palestina yang menjadi korban genosida zionis Israel. Banyak pihak mempertanyakan pendidikan seperti apa yang didapatkan anak-anak tersebut di rumah dan di sekolahnya.

Pengamat Pendidikan Islam, Jejen Musfah mengatakan, guru harus terus mengevaluasi implementasi pendidikan nilai. Karena siswa-siswi justru berperilaku yang bertentangan dengan nilai tersebut. 

Baca Juga

"Guru harus terus berbenah diri dan kreatif dalam menanamkan nilai-nilai kepada siswa, karena tantangan dari internet dan lingkungan anak yang uneducated," kata Jejen kepada Republika, Kamis (13/6/2024).

Jejen menilai bahwa guru perlu beradaptasi dan kreatif dalam menanamkan nilai-nilai baik kepada siswa-siswi yang mereka didik. Guru dituntut bisa beradaptasi dan kratif dalam mendidik, karena ada tantangan dari perkembangan zaman yang memunculkan internet dan lingkungan yang tidak berpendidikan.

Sebelumnya, dalam medsos, para pelajar putri tersebut di sebuah restoran cepat saji sambi makan secara bergantian mengatakan, "Ini tulang anak Palestina, ini darah anak Palestina, ini daging anak Palestina." Kemudian mereka tertawa menganggap semuanya lucu.

Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persatuan Islam (Persis) DKI Jakarta, Ustaz Ahmad Zuhdi mempertanyakan pendidikan seperti apa yang didapatkan para remaja itu di rumahnya, sekolahnya dan lingkungannya. Karena apa yang mereka sampaikan dan ucapkan itu tidak terlepas dari proses interaksi mereka di lingkungannya seperti di rumah dan sekolah.

"Karena yang mereka sampaikan itu tidak alami, tidak muncul secara tiba-tiba, pastinya terbentuk melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal, informal maupun non formal, maka kita patut mempertanyakan pendidikan apa yang mereka dapatkan sampai mengatakan seperti itu," kata Ustaz Zuhdi kepada Republika, Rabu (12/6/2024).

Sebagaimana diketahui, sudah lama zionis Israel menjajah Palestina. Bahkan perbuatan zionis Israel sudah sangat jelas melanggar hak asasi manusia bahkan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Wanita dan anak-anak Palestina pun menjadi korban dari kejahatan zionis Israel. Di Palestina khususnya Gaza, ada banyak wanita yang kehilangan anaknya, ada banyak anak yang kehilangan ibu dan ayahnya. Penderitaan mereka tidak hanya sebatas itu, mereka juga kekurangan makanan dan air bersih.

Ustazah Amalina Rakhmani Syadid Pegiat Perempuan Cinta Keluarga (Percik) mengungkapkan, bagaimana wanita Palestina kesulitan dan kesakitan saat menstruasi karena keterbatasan air dan sanitasi. Bagaimana wanita Palestina harus menderita saat hamil dan melahirkan dengan peralatan seadanya.

"Jika dalam kondisi normal saja wanita akan tetap kesakitan saat mengalami kondisi-kondisi tersebut apalagi para wanita Palestina yang dalam kondisi terjajah dan serba terbatas," ujarnya.

Ustazah Amalina mempertanyakan, tidakkah wanita remaja pelajar tersebut merasakan penderitaan wanita di Gaza, Palestina. Minimal jika tidak mau mendukung rakyat Palestina untuk merdeka dan mendapatkan haknya, ya tidak perlu mengolok-olok anak-anak Palestina korban kejahatan Israel.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement