Jumat 14 Jun 2024 09:29 WIB

Dahulukan Naik Haji atau Membantu Anak-anak Miskin?

Niat untuk berhaji tiap tahun sebenarnya tidak salah.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Petugas memberikan pengarahan kepada 439 jamaah haji.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Petugas memberikan pengarahan kepada 439 jamaah haji.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada pertanyaan, mana yang harus didahulukan antara melaksanakan ibadah haji atau menyantuni anak-anak miskin di sekitar kita yang kondisinya memprihatinkan? Dalam ajaran Islam, uang yang dimiliki sebaiknya tetap digunakan untuk ibadah haji atau untuk menyantuni anak-anak miskin saja.

Menjawab pertanyaan tersebut, KH Ahmad Sarwat Lc pada laman Rumah Fiqih menjelaskan bahwa pertanyaan itu masuk dalam wilayah fiqih prioritas. Yaitu sebuah teknik menganalisa prioritas-prioritas dalam beribadah. Kajian ini banyak dibicarakan oleh para ulama dan ditulis dalam banyak kitab. Salah satu icon yang bisa kita sebut Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang telah menulis satu kitab khusus dengan judul Fiqih Prioritas.

Baca Juga

Kajian ini mencoba menggugah perasaan dan pemikiran yang selama ini dianggap agak kurang seimbang dan kurang adil. Salah satunya tentang kebiasaan ibadah haji yang dilakukan oleh berjuta umat Islam, di mana mereka sebenarnya sudah pernah berhaji wajib sebelumnya, namun bertekad tiap tahun untuk berhaji lagi.

Niat untuk berhaji tiap tahun sebenarnya tidak salah. Sebab ibadah haji memang boleh dibilang sebagai puncak rasa cinta dan ketundukan kita kepada Allah SWT.

Namun yang mengusik rasa keadilan dan rasa solidaritas para ulama adalah ketimpangan sosial yang sangat mencolok. Salah satu fenomenanya pada saat berjuta orang mengejar pahala ibadah haji sunnah yang bukan ibadah haji wajib, menggunakan biaya yang bermiliar-miliar. Sementara di belahan bumi lain kita menyaksikan dengan mata telanjang bagaimana sebagian umat Islam mati kelaparan, baik karena bencana ataupun korban perang.

Saat orang-orang kaya dengan ringannya bolak balik ke Tanah Suci untuk beri'tikaf Ramadhan, masih banyak anak-anak umat Islam yang tidak sekolah karena tidak ada biaya. Mereka akan segera menjadi sampah masyarakat jika dibiarkan tumbuh tanpa pendidikan.

Saat orang kaya Muslim berlomba mendirikan banguan masjid yang megah, berhias marmer tak ternilai harganya, jutaan umat Islam sedang dimurtadkan oleh para misionaris.

"Perbandingan fenomena yang timpang ini tentu sangat mengusik rasa keadilan dan rasa sosial para ulama. Sehingga sebagian mereka menghimbau agar lebih memperhatikan masalah ini," kata  KH Ahmad Sarwat Lc dalam laman Rumah Fiqih.

Bukankah haji yang mereka kerjakan itu bukan haji wajib lagi? Bukankah kewajiban haji mereka sudah gugur? Bukankah biaya haji setiap tahun itu akan jauh lebih bermanfaat dan berbekas jika digunakan untuk memberi makan korban bencana alam dan korban perang yang hukumnya fardhu?

Bukankah biaya umroh Ramadhan tiap tahun itu sangat besar, padahal hukumnya hanya sunnah dan berdimensi sangat pribadi? Seandainya uang sebanyak itu untuk sekali bulan Ramadhan itu sepakat dikumpulkan untuk membangun proyek sekolah gratis di dunia Islam, sudah lebih dari cukup?

Bukankah masjid di banyak kota di negeri ini sudah sangat banyak? Bahkan tidak jarang dalam jarak yang sangat dekat terdapat beberapa masjid sekaligus, sehingga jumlah jamaah yang sholat di masing-masing masjid jadi sedikit?

 

Lihat halaman berikutnya>>>

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement