Senin 17 Jun 2024 18:02 WIB

Menakar Efektivitas Pembentukan Satgas Judi Online

Presiden Jokowi membentuk Satgas Berantas Judi Online

Warga mengakses situs judi online melalui gawainya di Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/5/2024). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan telah memblokir 1,9 juta konten judi online sejak 17 Juli 2023 hingga 22 Mei 2024.
Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Warga mengakses situs judi online melalui gawainya di Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/5/2024). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan telah memblokir 1,9 juta konten judi online sejak 17 Juli 2023 hingga 22 Mei 2024.

Oleh : Dr I Wayan Sudirta, SH, MH, anggota Komisi III Fraksi PDI Perjuangan DPR RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pada 14 Juni 2024 lalu, Presiden resmi telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online yang tertuang dalam Keppres Nomor 21 Tahun 2024.

Judi daring atau judi online belakangan ini memang menjadi perbincangan di masyarakat. Permasalahan ini terjadi karena telah banyak memakan korban yang tidak hanya masyarakat sipil biasa, namun juga aparat.

Baca Juga

Beberapa waktu lalu kita mendengar permasalahan seorang Polwan yang nekat membakar suaminya karena suaminya, yang juga anggota Polri, tersangkut dalam adiksi judi online. Tak hanya itu, adapula dua orang anggota TNI yang tewas bunuh diri akibat terlilit hutang judi online

Oleh sebab itu, Satuan Tugas (Satgas) Judi Online dibentuk. Dalam Keppres tersebut, beberapa tugas satgas adalah menentukan prioritas pencegahan judi daring, melakukan pemantauan dan evaluasi pencegahan judi online, serta mengoordinasikan langkah sosialisasi, edukasi, dan penyelesaian kendala pencegahannya.

Dalam Pasal 5 Keppres tersebut terdapat susunan anggota Satgas yang terdiri atas Menko Polhukam (Ketua Satgas), Menko PMK (Wakil Ketua), Ketua Harian Pencegahan yang adalah Menkominfo, dan anggota bidang pencegahan itu terdiri dari Kemenag, Kejaksaan Agung, TNI, Polri, BIN, dan OJK. Sedangkan Ketua Harian Penegakan Hukum dilaksanakan oleh Kapolri dan anggota bidang penegakan hukum adalah Kemenko Polhukam, Kemenkominfo, Kejaksaan Agung, BIN, BSSN, dan OJK.

Jika kita mencermati isi Keppres Satgas Pemberantasan Judi Online tersebut, tugas yang diatur dalam Keppres tersebut sejatinya merupakan tugas harian dan kewenangan masing-masing institusi.

Keppres ini mengindikasikan bahwa permasalahan ini terus mencuat hingga seorang Presiden harus turun tangan. Kemenkominfo dan penegak hukum yang telah memiliki fungsi memerangi judi online tersebut ternyata masih perlu dibantu kementerian atau lembaga lainnya. 

Dari berbagai data yang didapat, Kemenkominfo dalam kurun waktu 2023-2024 telah menghapus 1.904.246 konten judi online di ruang maya, bahkan mendeteksi 14.823 konten judi online di situs lembaga pendidikan dan 17.001 menyusup ke situs pemerintahan (Kompas).

Pemerintah juga telah mendeteksi dan menindak berbagai promosi judi online melalui media sosial, website, dan pesan pribadi, yang tak jarang melibatkan artis atau tokoh terkenal lainnya. 

Dari data PPATK, pelaku judi online di Indonesia mencapai 3,2 juta orang dengan perputaran uang mencapai Rp 327 Triliun rupiah. Selain itu, OJK juga pernah melaporkan bahwa terdapat sekitar 5000 rekening yang terafiliasi dengan judi online (Kompas).

Sedangkan Polri, telah mengungkap ratusan hingga ribuan kasus judi online. Salah satu kasus yang ditangani oleh Polda Metro Jaya contohnya, berhasil memiliki omzet hingga satu miliar rupiah per bulan, padahal hanya dijalankan oleh empat operator.

Namun penegakan hukum belum mampu mengungkap “sang bandar” atau ditengarai baru hanya sebatas operator. Lebih sulitnya lagi, judi online ini juga diduga berkaitan dengan industri judi online di Kamboja atau Myanmar yang diduga dijalankan oleh kartel.

Menakar Permasalahan Judi Online

Permasalahan judi daring atau online sejatinya adalah sebuah tindakan judi/perjudian yang menurut ketentuan di Indonesia (KUHP) dilarang dan merupakan tindak pidana. Namun dengan perkembangan teknologi, perjudian juga memanfaatkan ruang dunia maya.

Permasalahan muncul ketika tidak semua negara mengatur perjudian adalah tindak pidana atau ilegal. Dengan sendirinya, persoalan judi menjadi sulit diberantas jika memanfaatkan celah lintas batas yang memiliki perbedaan aturan. 

Perlu dipahami bahwa kegiatan judi oleh banyak pakar dan institusi global sebenarnya dikategorikan sebagai kegiatan yang dapat menimbulkan adiksi, seperti pada merokok atau penggunaan obat terlarang.

Oleh sebab itu, ketika perjudian menjadi permasalahan hukum, maka membutuhkan strategi berbeda dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya, apalagi jika dilakukan di dunia maya. Kita tentu teringat dengan permasalahan kasus Irjen FS yang menjadi perhatian masyarakat karena selain pembunuhan ajudannya, kasus ini dikaitkan dengan kartel “judi 303” (Pasal 303 KUHP tentang Perjudian) yang ditengarai juga melibatkan para pejabat tinggi termasuk dalam institusi penegak hukum itu sendiri.

Masyarakat tahu...

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement