Kamis 20 Jun 2024 04:45 WIB

KPK Turun Tangan Usut Persoalan Impor Beras Tertahan di Priok dan Perak

Denda itu muncul akibat tertahannya beras impor 490 ribu ton.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Pekerja saat bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja saat bongkar muat beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap turun tangan mengusut terjadinya biaya demurrage (denda) atau biaya kelebihan waktu berlabuh hingga Rp 350 miliar. Denda itu muncul akibat tertahannya beras impor 490 ribu ton di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Hal tersebut dikatakan oleh Juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat merespons infromasi terkait kasus demurrage.

Baca Juga

"Menanggapi informasi terkait adanya biaya demurrage (denda) akibat tertahannya beras impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kami sampaikan bahwa KPK bersama empat kementerian/lembaga lainnya (Bappenas, Kemendagri, Kantor Staf Presiden, Menpan RB) yang tergabung dalam STRANAS PK, terus mendorong reformasi tata kelola pelabuhan sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi," kata Tessa, di Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Tessa menyebut upaya itu bertujuan menyederhanakan proses bisnis dan tata kelola melalui layanan pelabuhan secara digital. Tessa menegaskan pentingnya proses yang efektif dan biayanya efisien dalam sistem pelabuhan.

"Alhasil dapat mengurangi biaya logistik sekaligus kepastian waktu layanan," ujar Tessa.

Tessa menyebut saat ini telah diedarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut tentang Penerapan Pelayanan Secara Penuh (Mandatory) Layanan Single Submision (SSm Pengangkut) Satu Siklus dan Informasi Layanan Manifest Domestik oleh Kementerian Perhubungan.

"Birokrasi pelayanan pelabuhan di Indonesia masih rumit dan panjang karena melibatkan unit-unit layanan dari banyak pemangku kepentingan, swasta dan pemerintah, yang tidak terintegrasi. Sehingga menimbulkan biaya logistik yang mahal serta waktu layanan yang tidak pasti," ujar Tessa.

Sebelumnya, sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog dikabarkan tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak. Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage yang harus dibayar Bulog sekitar Rp 350 miliar.

Timbulnya potensi demurrage ini diduga akibat perubahan kebijakan Bapanas yang mengharuskan impor menggunakan kontainer. Padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.

Sebagian beras impor di Tanjung Priok sudah bisa keluar setelah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan kunjungan kerja ke pelabuhan. Barang sudah berada di gudang Bulog. Namun, denda yang harus dibayarkan Bulog tersebut bisa berdampak pada harga eceran beras guna menutupi kelebihan pengeluaran.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement