Ahad 30 Jun 2024 22:19 WIB

Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia

Pancasila adalah landasan bernegara di Indonesia

Ilustrasi Pancasila. Pancasila adalah landasan bernegara di Indonesia
Foto:

Oleh : Dr I Wayan Sudirta, SH MH, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pancasila selalu menarik untuk dibahas. Salah satu materi Pancasila yang perlu pendalaman kali ini adalah mengenai “Integrasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum di Indonesia: Suatu Kajian Filsafat Hukum”.

Sebelumnya terdapat pertanyaan yang perlu dijawab bersama-sama dalam konteks studi-studi tentang Pancasila adalah apa itu Pancasila? Apa benar Pancasila itu ideologi bangsa?

Baca Juga

Pertanyaan pertama dapat kita jawab dengan mengidentifikasi lebih lanjut pemikiran-pemikiran para pendiri bangsa terutama Soekarno pada Pidatonya 1 Juni 1945.

Masa Persidangan 29 Mei-1 Juni 1945 BPUPK pada waktu itu memang khusus membicarakan dasar negara.

Soepomo, Yamin dan beberapa anggota BPUPK menyampaikan pandangannya, namun belum mampu menjawab pertanyaan filosofis dari Ketua BPUPK tentang “dasar bernegara apa yang akan dijalankan ketika Indonesia merdeka”.

Hal ini membuat secara historis kelahiran Pancasila hingga diakui oleh negara pada 2016, mempunyai perjalanan yang dapat diceritakan sebagai berikut:

1. Kelahiran Pancasila 1 Juni 1945

a. Ketua BPUPK Radjiman Wediodiningrat pada pembukaan Sidang BPUPK meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia merdeka.

Ada empat orang yang memenuhi permintaannya, yaitu Muhammad Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Soepomo, dan Soekarno.

b. Ide dasar Pancasila lahir dari Pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 dengan urutan: 1) Kebangsaan Indonesia, 2) Internasionalisme atau Peri-kemanusiaan, 3) Mufakat atau Demokrasi, 4) Kesejahteraan Sosial, dan 5) Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kelima nilai-nilai tersebut kemudian menjadi bahan (rancangan) Philosofische Grondslag yang akan dirumuskan oleh Panitia Delapan BPUPK, setelah mendapatkan masukan dari anggota BPUPK lainnya.

Selanjutnya pada 22 Juni 1945, rancangan Pancasila “Panitia Delapan” disempurnakan oleh “Panitia Sembilan”.

c. Ide itu bukan lahir dari Muhammad Yamin, yang sempat menjadi kontroversi pada masa Orde Baru.

Padahal, ketika Muhammad Yamin berpidato, isi materinya tampak terpisah, tidak berkesinambungan satu dengan lainnya.

Memicu pertanyaan dan kebingungan sehingga Soeroso selaku (Wakil Ketua), yang “menegur” Yamin hingga empat kali.

2. Sumber tertulis kelahiran Pancasila

a. Sumber tertulis pertama adalah laporan notulen dan stenogram dalam bundel Koleksi Yamin.

Laporan stenogram yang sudah diketik tersebut mengingat sangat penting untuk segera dikirimkan kepada pihak Jepang di Tokyo, setelah dilakukan pengetikan, tidak lagi diperiksa.

Menurut A G Pringgodigdo, ada 4 jilid laporan stenogram, dua jilid diserahkan kepada Jepang dan sisanya disimpan sendiri di kantor dan rumahnya.

Laporan yang diarsipkan A G Pringgodigdo dikenal dengan nama Koleksi Yamin dikarenakan laporan inilah yang dipinjam oleh Muhammad Yamin sebagai sumber menyusun Naskah Persiapan dan tidak pernah dikembalikan, kemudian oleh pemerintah Orde Baru dinyatakan hilang.

Koleksi Yamin ditemukan kembali di Puri Mangkunegaran, Surakarta.

Saat itu, B R A Satuti istri dari Rahadian Yamin yang merupakan putera Muhammad Yamin meminta karyawan Arsip Nasional Republik Indonesia (selanjutnya disebut ANRI) untuk merapikan perpustakaan Mangkunegoro.

Koleksi Yamin dianggap telah hilang seiring dengan meninggalnya Muhammad Yamin.

Setelah karyawan ANRI menemukan Koleksi Yamin di perpustakaan tersebut, maka dibawa untuk disimpan di gedung ANRI Jakarta.

b. Sumber tertulis kedua setelah Koleksi Yamin adalah Koleksi Pringgodigdo. Koleksi tersebut awalnya berada di ibu kota Republik Indonesia Yogyakarta, saat terjadi agresi militer II Belanda, menurut A B Kusuma dan R E Elson koleksi tersebut disita lalu dibawa ke negeri Belanda.

Menurut M J Karabinos, saat pasukan Belanda menyerbu Yogyakarta pada 1948, ratusan dokumen tentang Republik Indonesia selain Koleksi Pringgodigdo juga disita oleh Belanda, termasuk di dalamnya dokumen pribadi milik Mohammad Hatta.

Dokumen-dokumen tersebut sekarang sudah dikembalikan kepada ANRI dan dinamai dengan nama “Djodgja Documenten”. Koleksi Pringgodigdo awalnya disimpan di Algemeen Rijksarchief kemudian disimpan oleh Nationaal Archief Nederland.

3. Panitia Lima, Kesaksian Muhammad Hatta, dan Kesaksian Notonegoro bahwa Soekarno adalah penggali Pancasila

a. Dalam kondisi yang melahirkan kebingungan-kebingungan, yang bertemali persis dengan proyek de-Soekarnoisasi, sebuah panitia kemudian terbentuk, utamanya untuk untuk menjernihkan kembali historiografi Pancasila

Panitia tersebut diberi nama Panitia Lima, yang terdiri dari: Hatta, Ahmad Subardjo Djojoadisurjo, Maramis, Mr. Sunario, dan A.G. Pringgodigdo, dibantu oleh dua Sekretaris, Imam Pratignyo dan Surowo Abdul Manap

Panitia ini melakukan pembahasan serius seputar lahirnya Panca Sila, dengan harapan agar di kemudian tidak ada lagi penafsiran-penafsiran dan atau klaim-klaim yang sepihak. Maka, klarifikasi ini sangatlah penting

b. Notulensi Sidang Panitia Lima tersebut diberi judul, Uraian Panca Sila, tertanggal 18 Februari 1975 di Jakarta, di Swiss pada tanggal 18 Maret 1975, karena naskah ini dikirimkan ke sana untuk diperiksa oleh Maramis yang tidak bisa ikut bersidang bersama rekan Panitia Lima lain.

Setelah diperiksa Maramis dan dibubuhi tandatangannya, naskah tersebut dikirimkan kembali ke Tanah Air dan disampaikan pula kepada Presiden Soeharto.

Kala itu delegasi...

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement