Senin 08 Jul 2024 08:25 WIB

Batal Nikah, Bolehkah Seserahan Diminta Kembali?

Seserahan bukan termasuk mahar, melainkan hanya sebagai hibah atau hadiah saja.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Perajin menyelesaikan pesanan seserahan pernikahan (ilustrasi). Jika seserahan diminta kembali, maka harus atas keridhoan penerima hibah tersebut.
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Perajin menyelesaikan pesanan seserahan pernikahan (ilustrasi). Jika seserahan diminta kembali, maka harus atas keridhoan penerima hibah tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pedangdut Ayu Ting Ting telah mengembalikan semua seserahan kepada mantan tunangannya, Muhammad Fardhana. Itu dilakukan setelah Fardhana dikabarkan meminta agar seserahan itu dikembalikan.

Pengembalian barang-barang seserahan ini menjadi perbincangan di masyarakat. Banyak yang berpendapat bahwa seserahan tidak perlu dikembalikan, namun ada yang juga berpendapat sebaliknya. Lantas bagaimana hukum meminta seserahan agar dikembalikan menurut ajaran agama Islam?

Baca Juga

Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa Majelis Ulama Indonesia (PD PAB MUI), KH Masyhuril Khamis, mengatakan pemberian dari calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan yang diperintahkan dalam Islam hanyalah mahar. Di luar itu maka bukanlah perintah dalam Islam. Namun tentu tidak masalah untuk memberikan lebih dari yang diperintahkan.

“Dari sini maka bisa disimpulkan bahwa seserahan bukan termasuk mahar karena tidak disebutkan dalam akad. Bahkan sudah diberikan sebelum akad itu dilakukan. Artinya seserahan adalah hibah saja,” kata Masyhuril saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (7/7/2024).

Dia mengatakan seserahan termasuk hibah. Hibah sendiri merupakan pemberian suatu harta kepada orang lain tanpa kompensasi apapun. Adapun hukum hibah adalah sunah.

Meskipun seserahan termasuk sunah, namun menurut Masyhuril, jika sudah diakadkan dan diserah terimakan maka hukumnya menjadi mulzim atau mengikat. Hibah tersebut sudah sah dan berkonsekuensi hukum, yaitu berpindahnya kepemilikan objek hibah.

Menurut Masyhuril, hibah yang sudah sah dan diserahterimakan kepada penerima tidak bisa dibatalkan secara sepihak. “Dan jika diminta kembali, maka harus atas keridhoan penerima hibah tersebut karena harta tersebut hakikatnya sudah menjadi milik penerima,” kata KH Masyhuril yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah.

Dia melampirkan hadits sebagai acuan dalam hukum meminta hibbah kembali, sebagai berikut:

“Orang yang mengambil kembali hibbahnya seperti anjing yang muntah kemudian menjilat kembali muntahanya.” (HR bukhari).

“Tidak halal bagi Muslim untuk memberikan sesuatu kemudian menariknya kembali, kecuali pemberian orang tua kepada anaknya.” (HR Ahmad).

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement